Mohon tunggu...
Lyfe

Ojek Online diburu Sarjana, Sebegitu Susahnya Sarjana Mendapat pekerjaan?

9 September 2015   00:13 Diperbarui: 9 September 2015   00:27 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena ojek online yang sedang marak di Ibukota ini menjadi bahan pembicaraan bagi semua kalangan. Banyak tanggapan yang muncul setelah mendengar ojek online, khususnya “Go-Jek” dan “Grab Bike”. Suatu inovasi baru dalam dunia teknologi informasi yang dipadu dengan alat transportasi yang di kembangkan oleh Nadiem Makarim (CEO Go-Jek) dan Anthony Tan (CEO Grab Bike) tersebut mendapat banyak respon positif dari penggunanya baik yang beranggapan bahwa tarif yang dicantumkan masuk akal dan tidak asal tembak harga, maupun yang mengatakan mengantar paket lebih cepat sampai dengan tarif yang terjangkau. Disamping itu banyak juga respon negatif yang muncul, terutama dari supir ojek pangkalan yang merasa tersaingi dan merasa lahan pekerjaannya diambil oleh pihak ojek online tersebut.
Pendaftar ojek online tersebut banyak diburu oleh pengendara ojek pangkalan, pekerja kantoran, buruh pabrik, mahasiswa, dan tidak sedikit mahasiswa yang baru mendapat gelar sarjana nya ikut mendaftar menjadi supir ojek online tersebut. Program yang ditawarkan juga cukup menarik perhatian berbagai kalangan, diantaranya ada untuk transportasi (ojek), kurir antar barang, dan delivery makanan serta barang. Disamping program tersebut pihak ojek online tersebut juga sering memberi promo yang dimana sangat memberikan kemudahan bagi penggunanya, terutama dari segi harga yang bisa dibilang sangat murah. Contohnya pada bulan awal bulan September 2015 ini Go-Jek memberlakukan promo Rp10.000,00 kemana saja (maksimal 25 kilometer) cukup menggiurkan bukan?

Disamping berbagai keuntungan yang ada bagi para pengguna, keuntungan yang diterima oleh supir juga cukup banyak, beberapa supir ojek mengaku bahwa semenjak bergabung dengan ojek onlline ini pendapatannya bisa mencapai Rp9.000.000,00 tiap bulannya. Tawaran gaji yang cukup besar bagi seorang freshman di Ibukota Jakarta ini. Selain itu yang menjadi daya tarik pendaftar adalah penggunaan smartphone dalam pencarian penumpang, supir ojek dimudahkan dengan pemberitahuan yang diterima melalui smartphone, sehingga supir ojek tidak perlu mencari penumpang dan menunggu antrian di pangkalan yang sangat membuang waktu untuk hal yang tidak efektif. Selain keuntungan yang didapatkan oleh supir ojek, ada halangan yang cukup membatasi gerak supir ojek online ini untuk mencari penumpang, diantaranya seperti tindakan kurang baik yang dilakukan oleh supir ojek pangkalan di beberapa tempat yang cukup meresahkan supir ojek tersebut, dan tidak sedikit supir ojek pangkalan yang bertindak melawan hukum dengan pengeroyokan yang mengakibatkan korban luka bahkan sampai meninggal dunia.

Menurut pandangan saya, di jaman globalisasi ini mendapat pekerjaan dengan pendapatan yang cukup besar bagi seorang sarjana sangat sulit dikarenakan banyak pesaing yang telah menyandang gelar lebih tinggi dan memiliki bakat yang bisa dijadikan pekerjaan ataupun mem buka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Ditambah lagi Indonesia sudah masuk menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimana pekerja/tenaga kerja asing dari yang termasuk anggota Asean sudah bisa bekerja di Indonesia, yang mengakibatkan tingkat persaingan dalam pekerjaan pun semakin tinggi. Sudah pasti tingkat pengangguran di Indonesia khususnya di Jakarta ini semakin meningkat apabila tidak diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan serta pelatihan kerja, serta masyarakat pun juga harus memiliki semangat untuk berkembang mengikuti arus globalisasi ini. Dengan semakin ketatnya persaingan tersebut, semua masyarakat dihimbau agar semakin giat dalam pembelajaran dan pekerjaan agar tenaga kerja Indonesia tidak kalah saing dengan pekerja asing.

Dengan demikian selain adanya usaha dari masyarakat pribadi, pemerintah sudah seharusnya melakukan pemerataan pendidikan, serta lapangan pekerjaan pemerintah, dan memperketat pembatasan jumlah kelahiran agar tidak semakin banyak yang berdampak minimnya lapangan pekerjaan yang layak. Pelatihan tenaga kerja oleh pemerintah juga seharusnya semakin dioptimalkan dan meminimalisir pemakaian anggaran untuk hal-hal yang kurang diperlukan oleh negara pada saat seperti ini yang bisa dikatakan krisis lapangan pekerjaan.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun