Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kekaguman dan Sesal untuk Nurdin Abdullah yang Kena OTT KPK

27 Februari 2021   09:00 Diperbarui: 27 Februari 2021   09:42 3720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah saat diwawancara di rujab gubernur Sulawesi Selatan, Senin (2/3/2020).(KOMPAS.COM/HIMAWAN)

Saya terkejut level wahid setelah membaca berita tentang Gubernur Selatan, Nurdin Abdullah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK. Mengapa? Saya memiliki ekspetasi tinggi terhadap beliau karena beberapa pertemuan dengannya dan cerita tentangnya.

Pertemuan pertama saya dengan beliau terjadi pada 2016 silam dalam puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-23 di Kupang. Saat itu, pria dengan gelar nama lengkapnya adalah Prof. Dr. Ir. H.M. Nurdin Abdullah, M.AGR., itu masih menjabat Bupati Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan dan mendapat Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan dalam Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).

Sempat berbincang sedikit, kami lalu berfoto bersama. Foto tersebut lalu saya upload ke medsos, dan dikomentari banyak orang. Selain ada yang pernah mengenalnya sebagai tokoh publik, ternyata beberapa rekan pernah menjadi anak didik beliau di Unhas. Beliau memang seorang dosen, dan disebut sebagai dosen yang bersahaja sehingga banyak diidolai mahasiswa.

Selain itu cerita tentang beliau sudah lebih personal. Ada saudara yang pernah bekerja bersama dengan beliau ketika beliau pernah menjadi konsultan untuk sebuah proyek kerjasama dengan Jepang di Bali dahulu sekali. Beliau dikenal sangat profesional dalam bekerja.

Lalu ketika beberapa rekan kantor mendapat tugas untuk upgrade ketrampilan instruktur otomotif di Bantaeng, nama harum Nurdin Abdullah disebut-sebut. Relasi beliau yang memang dekat dengan Jepang konon katanya membuat instruktur asal Jepang didatangkan untuk menjadi fasilitator saat ini. Kekuatan networking beliau memang kuat, dan itu sangat berguna bagi pengembangan SDM.

Apapun itu, lelaki yang sekarang berusia 58 tahun itu mengundang kekaguman saya. Kemampuan formal, lalu inovasi yang dilakukannya secara terus menerus membuat saya yakin suatu saat beliau akan terus menapaki karir politik yang cemerlang. Pikir saya, sesudah menjadi Bupati Bantaeng, beliau akan menjadi Gubernur Sulawesi Selatan, lalu menjadi Menteri, dan mungkin suatu saat akan menjadi Wapres atau bahkan Presiden. Bisa saja.

Akan tetapi, kabar buruk datang. Pagi tadi ketika baru bangun tidur, berita yang mengejutkan itu datang. Nurdin Abdullah tokoh inspiratif itu terkena OTT KPK. Kabarnya juga amat tak sedap, ditangkap bersama pengusaha dan beberapa orang lain, dengan nilai korupsi yang diduga mencapai miliaran rupiah.

Saya langsung meratapi membaca berita negatif ini.

Ada apa dengan Nurdin Abdullah? Mengapa sampai gelas bisa dipecahkan seperti ini. Entahlah, mungkin benar, semakin tinggi tiang, anginnya semakin keras. Nurdin akhirnya rontok dihantam angin.

Saya sebenarnya mau berpikir positif. Nurdin mungkin hanya dijebak saja, atau terpaksa masuk di jeratan sistim yang buruk. Dia tak berniat korupsi, tapi sang pengusaha seperti merasa menjadi sebuah kebiasaan, bahwa jika bernegosiasi dengan pejabat pemerintah harus membawa uang, dan uang itu akhirnya dianggap sebagai bukti OTT sebagai korupsi.

Pernah saya mengikuti pelatihan dari sebuah perusahaan asal Jepang, dan nilai tentang menghindari korupsi sudah mengakar kuat. Semakin profesional, maka tak akan ada korupsi. Itulah yang saya pikir sudah mengakar dalam diri seorang Nurdin Abdullah.

Akan tetapi, saya menyadari bahwa setiap orang dapat berubah. Bukan tentang Nurdin saja, tetapi tentang banyak orang. Idealisme bisa terkubur dalam, apabila pada akhirnya kepentingan politik jangka pendek yang menjadi pandu. Ini yang membuat orang kemarin, hari ini, bisa berbeda di masa depan, tergantung situasi, dan kondisi.

Hidup dalam idealisme ini seringkali tidak linear dengan gelar pendidikan tinggi, dan gelar lainnya. Pilihannya sederhana, mau korupsi atau tidak.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun