Maksud Fawaid dengan metafora ini tentu saja soal bumbu sensasional tudingan Demokrat, namun hingga saat ini belum banyak yang dapat dibuktikan. Dagingnya adalah pembuktian, sedangkan bumbunya adalah klaim-klaim yang "katanya" dibilang Moeldoko.
Coba kita tilik satu-satu. Sebenarnya tidak tepat juga jika dikatakan bahwa tanpa daging, minimal ada irisan daging bukan daging ukuran besar. Mengapa? Salah satu poinnya adalah Moeldoko sudah mengiyakan memang ada pertemuan, namun Moeldoko dalam dua kali konpers menyatakan bahwa itu hanya pertemuan biasa.
Jika pengakuan Moeldoko ini seperti irisan daging, maka tentu saja sensasional tudingan bahwa ada elemen kekuasaan yang terlibat, tentu saja  tidak mencapai klimaksnya.
Sebenarnya irisan daging ini bisa menjadi banyak, apabila PKB dan Nasdem juga mengakui klaim yang dikatakan Andi Malarangeng, namun tentu saja ini terlalu mudah untuk ditepis.
Momennya nampak tak tepat jika mengharapkan bumbu dan daging tersaji dengan baik. Pilpres 2024 masih lama, lalu koalisi pemerintah masih mesra-mesranya. Mungkin ada gerakan mempersiapkan 2024, tapi masih tipis-tipis belum tebal.
Dalam kondisi tersebut, menggoyang kekuatan koalisi terasa tidak mungkin saat ini, kecuali perpecahan terjadi.
Yang berikut, bumbu dan daging ini memang akan nampak lengkap, jikalau surat Demokrat dijawab oleh Istana. Sedihnya bagi Demokrat, Mensesneg, Pratikno mengatakan bahwa surat itu tak perlu dijawab karena hanya sepeti sedang curhat masalah internal.
Lalu bagaimana Demokrat sekarang? Oke, kita tetap pake metafora bumbu dan daging ini. Demokrat perlu memikirkan untuk segera menghadirkan daging sesegera mungkin, karena kebanyakan bumbu penyedap akan berbahaya bagi kesehatan, lagian orang tentu tak akan menyukai jika janji bumbu dan daging namun yang tersaji hanya bumbu saja.