Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kejutan Itu Bernama Julian Nagelsmann

14 Agustus 2020   05:52 Diperbarui: 14 Agustus 2020   08:18 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Leipzig, Julian Nagelsmann (gambar: Reuters)

Rasanya untuk pertama kali ini saya melihat Pelatih Diego Simeone nampak berkaca-kaca di pinggir lapangan seusai sebuah laga. Simeone seperti sedang memandang nanar, tidak bisa menerima apa yang telah terjadi.

Kenyataan pahit yang diderita diri dan tim yang diasuhnya, Atletico Madrid setelah dikalahkan RB Leipzig di laga perempat final Liga Champions 2019/2020 amat menyakitinya. Tersakiti, karena mungkin di dalam benak Simeone disingkirkan oleh Leipzig dengan skor 1-2 adalah sesuatu yang mustahil.

Mengapa? Level Diego Simeone adalah level Pep Guardiola, Jurgen Klopp, atau Thomas Tuchel bukan Julian Nagelsmann, pelatih kemarin sore nan muda tersebut. Tetapi apa daya Nagelsmann membuat Simeone harus mengakui, taktiknya di laga perempatfinal berhasil dipatahkan oleh pelatih yang baru berusia 33 tahun tersebut.

33 tahun? Ah, hanya gara-gara Bundesliga yang kurang ngetop saja yang membuat Nagelsmann kurang dikenal. Namun catatan sejarah, seperti menjadi pelatih di usia 28 tahun di Hoffeinheim dan tidak sekadar lewat saja, membuat Julian Nagelsmann memang harus diperhitungkan.

Saya merasakan kepahitan yang dirasakan Simeone. Simeone salah satu pelatih yang saya katakan jenius di era sepak bola modern ini, ditambah karakter yang dibawanya selama menjadi pemain, menambah nilai tambah tersendiri.

Simeone selama menjadi pemain adalah seseorang yang pantang menyerah, terus berjuang hingga akhir pertandingan. Sebagai gelandang penjelajah, Simeone mempunyai tugas ganda, mematahkan serangan lawan sekaligus memutar otak untuk dapat mencari celah agar memulai serangan.

Karakteristik seperti inilah yang nampak dari gaya kepelatihan Simeone. Simeone mampu membuat Atletico Madrid nampak seimbang, dari belakang hingga depan. Bertahan dengan hebat, tapi menyerang dengan tajam.

Sang juara bertahan Liverpool menjadi korban Simeone. Jurgen Klopp harus mengakui, The Kops masih canggung berhadapan dengan Atletico ala Simeone yang bertarung hingga darah penghabisan. Tidak seperti tim Liga Inggris yang gampang menyerah setelah ketinggalan. Atletico ala Simeone tidak.

Inilah yang membuat ketika Atletico sempat ketinggalan satu gol dari Leipzig melalui gol Olmo, saya masih yakin Atletico dapat mengejarnya. Benar, aksi solo Joao Felix menghasilkan penalti yang berhasil dieksekusinya sehingga membuat Atletico kembali di atas angin.

Sayang seribu sayang, ketika pertandingan tersisa dua menit di waktu normal,  tendangan Adams masuk ke gawang Jan Oblak setelah sebelumnya membentur kaki Savic. Pertandingan masih belum selesai, tapi Leipzig sudah lebih tenang di tengah kepanikan Atletico yang takut dipermalukan. Atletico tersingkir.

Bagi saya Man of The Match adalah sang pelatih, Julian Nagelsmann. Seusai pertandingan, Negelsmann nampak tenang, tidak terlalu gembira, menyelemati para pemainnya, nampak seperti pelatih yang tahu bahwa kesempatan untuk lolos ke semifinal bagi Leipzig bukanlah suatu kemustahilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun