Alasannya karena alat rapit test tersebut dianggap mempunyai kualiats yang buruk atau akurasi dalam uji sangat rendah yaitu kurang dari 30 persen saja. Padahal jumlah pesanan cukup banyak yaitu mencapai 340.000 alat uji.
Akhirnya pemerintah kota Madrid memutuskan untuk berhenti menggunakan alat bernama Bioeasy yang dibuat oleh sebuah perusahaan di Shenzen.
Untuk kasus ini, pihak China melalui Manajer Bioeasy Zhu Hai telah membantah laporan yang menyebut test kit perusahaannya memiliki tingkat akurasi yang rendah.
Zhu Hai juga mengatakan bahwa alat yang diproduksi mereka sudah sesuai standar, baik kualitas maupun pengiriman.Â
"Ekspor produksi produk CE kami ke Spanyol telah dilakukan sesuai dengan peraturan," kata Zhu.
Bahkan pada saat itu, Â disebutkan juga bahwa secara khusus, perusahaan itu telah mengekspor 337.000 alat tes ke Korea Selatan, dengan 5 juta lainnya dalam produksi.
Indonesia yang Sudah Mulai Memproduksi Alat Rapid Test Sendiri
Protes keras terhadap alat rapid test buatan China belum terlalu terdengar di Indonesia. Hanya pada Maret lalu, Indonesia juga tercatat telah membeli alat rapit test dalam jumlah yang cukup banyak yaitu mencapai 500 ribu kit test dari China.
Pada saat itu, alat rapid test dibutuhkan untuk dapat mendeteksi gejala awal virus corona dengna waktu yang singkat. Waktu yang dibutuhkan dengan peralatan tersebut yakni 15 menit hingga 3 jam saja.
Jadi jika hasil rapid test mengindikasikan pasien positif tertular virus corona, maka ia dapat melanjutkan kepada tes selanjutnya.
Tes selanjutnya yang dimaksudkan adalah RTPCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction), yang dapat memberikan hasil lebih akurat. Tes ini dikenal juga sebagai swab test.