Jika tokoh publik atau pejabat terinfeksi Virus Corona maka dampaknya secara psikologis tentu lebih besar daripada warga biasa, namun menurut saya, jika bicara coal Covid-19, maka siapapun dapat terinfeksi.
Akan tetapi yang terlebih penting adalah pelajaran yang  dapat dipetik agar terus meningkatkan kewaspadaan dan mengambil langkah strategis dari kasus tersebut.
Untuk belajar dari kasus positif corona Bima Arya, maka dapat dimulai dari pertanyaan, bagaimana kronologi sampai hal ini (Bima Arya positif) Â dapat terdeteksi?
Jawabannya dapat ditemukan dari penjelasan Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim .
"Kan beliau baru pulang dari Turki dan Azerbaijan, terus kan harus lapor sebagai ODP kan, orang dalam pemantauan. Kemudian, kalau ada tanda-tanda flu, atau batuk, atau panas kan harus lakukan tes swab, dilakukan tes swab kemarin, kemudian hasilnya sudah keluar (positif corona)," kata Dedie Jumat (20/3).
Empat hari lalu, jika kita telusuri berita media daring, maka Gubernur Ridwan Kamil telah lebih dahulu menganjurkan agar Bima dites karena masuk orang dalam pemantauan (ODP).
"Beliau nanti tes di Bandung untuk menjalani proaktif tes, karena kendalanya tidak langsung mendarat di Jabar, tapi di Cengkareng," kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, pada Selasa (16/3/2020) dilansir dari Detik.com.
Dari peristiwa ini, kita dapat belajar bahwa memang perlu intervensi sekaligus pengawasan dari pejabat yang lebih tinggi, sehingga protokol untuk pemeriksaan itu dapat dijalani. Â
Oleh karena itu, kita perlu memberikan apresiasi terhadap Ridwan Kamil untuk proaktifnya dan Bima Arya untuk kerjasamanya.
Mengapa ini penting? Meskipun diatur secara protokoler, namun penolakan terhadap tes corona dapat dilakukan oleh berbagai pihak.
Baca saja berita tentang sebagian anggota DPRD Blora yang seusai  kunjungan kerja di wilayah Lombok, Nusa Tenggara Bara ternyata menolak mengikuti tes kesehatan.Â