Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Anthony Ginting bagai Buah Ceri di Kue Ultah Kento Momota

15 Desember 2019   17:00 Diperbarui: 15 Desember 2019   19:20 1545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laga Hebat Momota dan Antony Ginting I Gambar : bolasport

Tulisan ini adalah tulisan kekecewaan tetapi dengan rasa hormat yang tinggi, bagi Anthony Ginting dan juga Kento Momota. Laga final tunggal putra berlangsung hebat, meski kalah, saya kira ini laga terbaik tunggal putra bulutangkis  yang pernah saksikan dalam beberapa tahun terakhir.

Tidak banyak pertandingan olahraga lain yang membuat saya "sengsara" seperti menyaksikan laga sepakbola yang melibatkan klub kesayangan saya. Tetapi, laga Ginting melawan Momota di dinal BWF World Tour 2019 adalah sebuah perkecualian.

Saya harus (maaf) menahan kencing ketika kok bulutangkis tidak mau jatuh dimainkan kedua pemain itu. Saya harus mengumpat (kepada Momota) ketika smash Ginting  melaju mulus menyentuh wilayah Momota tanpa bisa dikembalikan.

Pandangan mata saya tajam melihat dan berharap keringat di wajah Momota volumenya betambah banyak deras yang membuat tahi lalat di bawah matanya jadi kempang kempis, karena Momota hampir sekarat sepanjang pertandingan.

Saya harus menarik napas panjang ketika Ginting harus duduk, melihat ujung kakinya harus diperban. Mungkin melepuh, mungkin ibu jarinya membesar, karena efek dari lari ke kiri ke kanan tanpa henti mengembalikan bola dari si pemain nomor satu dunia asal Jepang itu.

Lalu saya harus terdiam. Merenung dan berusaha berpikir positif, bahwa jika harus ada yang menang, maka ada yang mengalah untuk kalah.

Jika semuanya mau menang, bagaimana nanti hadiahnya dibagi. Ginting kali ini harus mengalah untuk kalah. Meski harus sesak, sudah sebelas kali dari lima belas kali pertemuan, Ginting mengalah.

Ginting itu tersenyum mendapat hadiah dari turnamen dengan level paling tinggi ini. Kumpulan dari 8 pemain terbaik tunggal terbaik sepanjang tahun.

Ah, sudah luar biasa pria batak kelahiran cimahi ini. Guangzhao dibuat kagum kepadanya setelah dua kali melibas jagoan tuan rumah, Chen Long dengan straight set pula.

Lalu, apakah Ginting di hadapan Momota? Bagi saya, Ginting itu bagai buah ceri di kue ultah Kento Momota.

Jangan salah sangka karena saya akan subyektif di sini. Bagi saya, kue ultah itu tak ada apa-apanya tanpa buah ceri. Ceri membuat kue ultah itu tampak cantik, tanpa ceti, kue ultah itu biasa-biasa saja.

Lihat saja laga final tadi. Tanpa Ginting, kemampuan skill Momota tidak tergambarkan dengan baik. Momota yang dianggap pemain yang hebat dalam bertahan, dibuat pontang panting dan harus menyerah 17-21 di set pertama.

Jujur saja, bagi saya penampilan Ginting di set pertama itu nikmat betul. Seperti menikmati daging asap khas Kupang ditemani tuak manis.

Tetapi sialnya di set kedua, gentian Momota yang membuat pontang-panting Ginting. Pontang panting tapi tak dibanting. Sebenarnya, set ini bisa diambil Ginting, tapi Momota itu ya begitu, mentalnya tidak gampang drop. Pemain nomor satu dunia gitu lho.

Di set ketiga, Momota dibuat ketar ketir oleh Ginting. Momota yang dianggap pemain cerdas dengan pukulannya yang mengelabui pemain lawan, di depan Ginting, Momota itu hampi tak ada apa-apanya---sambil menunjuk jari jempol ke bawah.

Lebih dari sekali bola Ginting membuat Momota mati langkah akibat trik pukulannya. Ginting mendapat tepuk tangan riuh ketika mampu "menipu" Momota.  Rasanya publik Guangzhao senang melihat ada orang Jepang dikelabui orang Indonesia. Belum tahu mereka, inilah kalau orang batak lahir di Cimahi. Apa hubungannya coba?

Sayang, Ginting itu ya itu buah ceri saja. Pemanis. Hampir menang, tetapi kalah pula. Unggul jauh di set ketiga hingga 12-6, eh terkejar pula, lalu kalah di set penentuan dengan 14-21.

Dari semua itu, meski saya menganggap sebagai buah ceri saja,  publik bulutangkis pasti dan harus setuju Ginting punya prospek yang amat bagus. Skillnya komplit.

Pergerakan kakinya selincah Allan Budikusuma, smashnya sekencang Haryanto Arbi, pukulan backhandnya yahud seperti Taufik Hidayat dan kegigihannya mirip Hendrawan.

Artinya, Ginting tinggal sedikit lagi dipoles. Ko Hendra Saputra sebagai pelatih sudah amat berhasil membimbing Ginting hingga saat ini.

Berapa kali Ko Hendra berteriak "semangat-semangat" dari pinggir lapangan kepada Ginting, tetapi Ko Hendra juga harus pasrah ketika momen Ginting harus ketinggalan angka di set ketiga, kaki Ginting bermasalah, maka perjalanan sudah hampir selesai. Mirip laga Ginting di Asian Games lalu.

Itu buktinya, soal semangat juang, Ginting sudah menunjukan level tersendiri dengan perjuangan yang gigih. Jangan sampai lembek, kalah ya kalah tetapi janganlembek.

Artinya, tinggal sedikit lagi, jika mampu sampai di titik yang lebih tinggi, Ginting siap melibas siapa saja di turnamen-turnamen berikutnya.

Terakhir, saya perlu berpesan pada Momota. Senang-senanglah kau hari ini. Tahun 2019 ini, kue ultahnya bertingkat-tingkat. 11 turnamen dilahap habis, sampai kenyang. Tetapi ingat,  2020 itu akan berubah. Siap-siap saja jungkir balik dibuat Ginting nantinya.

Pesan untuk Ginting. Istirahat dulu. Sudah mau natal, rayakan natal dengan khidmat dan gembira dengna keluarga, sudah tampil hebat kau lae, 2020 libas lagi satu persatu. Momota yang terutama, yang lain anggap saja latihan.

Eh, sombong. Jangan lae, tetaplah rendah hati. Kali ini biar jadi buah ceri, lain kali kaulah yang berhak mendapat kue ultahnya. Sampai kenyang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun