Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Inilah Pelajaran Hidup dari Juara Dunia 2019, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan

25 Agustus 2019   23:43 Diperbarui: 26 Agustus 2019   08:54 12068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahsan/Hendra Juara Dunia 2019 I Gambar: Antara Foto/Hafidz Mubarak

"Hendra/Ahsan adalah contoh, panutan, buat yang muda-muda, bahwa usia bukan halangan. Usia di atas 30 tahun bisa juara, di turnamen yang bergengsi, itu tidak gampang. Pemberian penghargaan seperti ini juga penting, buat yang juara dan yang belum juara, agar termotivasi. Bukan memanjakan, tapi supaya yang lain juga mau berjuang, tentunya tidak di semua kejuaraan kan ada penghargaan seperti ini," ujar Rudy Hartono. 

Pasangan  ganda putra Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan yang dijuluki The Daddies ini membuktikan banyak hal sesudah memenangi Kejuaraan Dunia 2019 Bulutangkis di Basel, Swiss.

Menghadapi pasangan Jepang, asal Jepang Takuro Hoki/Yugo Kobayashi, The daddies memerlukan tiga set untuk mendapat medali emas. Hoki/ Kobayashi bukanlah lawan yang mudah bagi pasangan senior ini. Setelah Ahsan/Hendra memenangi set pertama dengan skor tipis dan ketat 25-23, di set kedua, Ahsan/Hendra harus menyerah mudah, 9-21.

Di set ketiga, Ahsan yang berusia 31 tahun, dan Hendra 34 tahun mengamuk di awal pertandingan. Kombinasi drive pendek dari Hendra dan smash keras dari Ahsan, membawa Ahsan/Hendra unggul cepat hingga 6-1.

Sesudah itu, merasa tertinggal Hoki/Kobayashi kembali berusaha menekan hingga mampu memperpendek skor hingga 9-7, Ahsan/Hendra terlihat seperti melambat, sedangkan Hoki/Kobayashi berusaha tampil lebih agresif.  Syukur, paruh pertama berhasil dikunci dengan skor 11-7 bagi keunggulan Ahsan/Hendra.

Setelah itu, Hoki/Kobayashi masih bisa mempertipis jarak menjadi 11-13, dengan sisa-sisa tenaga dan bergantian posisi, Ahsan/Hendra terus menjaga jarak hingga memperlebar menjadi 17-12. Ketika skor menjadi 18-12, Hoki/Kobayashi terlihat mengendur. Ahsan/Hendra tidak mau menyia-nyiakan kesempatan dan segera menutup pertandingan dengan unggul 21-15 di set penentuan ini.

Ahsan dan Hendra tidak berteriak, mereka terlalu lelah untuk berteriak. Mereka hanya tersenyum, memeluk para pelatih mereka dan menyalami sang lawan. Mereka mungkin terlalu tua untuk merayakan kemenangan secara berlebihan, namun di balik itu semua, mereka memang pasangan yang luar biasa.

Kemenangan ini membuat Hendra berhasil meraih gelar juara dunia untuk keempat kalinya sedangkan untuk Ahsan, ini adalah gelar juara dunia ketiga kali bersama Hendra. Gelar terakhir mereka raih pada tahun 2015.

Dari lapangan bulutangkis, Ahsan/Hendra seperti mengajarkan tentang perjuangan dalam kehidupan, paling tidak ada dua hal yang dapat kita pelajari dari mereka.

Pertama, usia bukanlah halangan bagi meraih prestasi. Ketika banyak junior yang seperti mentok dan tidak konsisten, Ahsan/Hendra di usia yang tidak lagi muda masih  terus haus akan prestasi.

Jangan pernah melihat hasil tanpa proses. Kerja keras pasti menjadi kunci keberhasilan Ahsan/Hendra. Banyak yang mengira bahwa Ahsan/Hendra sudah akan memikirkan pensiun, tetapi ternyata tidak.

"Pastinya kita masih banyak target ke depan, yang pasti kita bersyukur, ke depan masih banyak pertandingan-pertandingan di depan mata. Untuk saat ini kita belum memikirkan (pensiun) jadi kita akan masih terus bekerja keras," kata Ahsan dalam sebuah kesempatan.

Pandangan orang lain seharusnya tidak mempengaruhi diri kita, bagi Ahsan/Hendra, mereka yang paling tahu kapasitas diri mereka. Mereka juga sadar bahwa pilihan untuk terus bermain bulutangkis adalah pilihan untuk menjalani jalan kesengsaraan yang penuh peluh keringat, mereka memilih itu dan berhasil membuktikan bahwa kerja keras membuat usia sebenarnya bukanlah penghalang.

Kedua, kegagalan bisa jadi hanyalah penundaan menuju kesuksesan yang lebih besar. Kedua pemain yang dipasangkan bersama pertama kalinya pada pertengahan 2012 oleh pelatih Herry Iman Pierngadi sempat mendekati titik pensiun pada akhir 2016, saat prestasi mereka benar-benar menurun.

Media bahkan ada yang sudah menuliskan bahwa era Ahsan/Hendra sudah habis. Ahsan dan Hendra akhirnya memutuskan berpisah di akhir 2016. Ahsan memilih berpasangan dengan Rian Agung Saputro. Sedangkan Hendra sendiri memutuskan keluar dari pelatnas dan memilih jalur profesional. Ia berpasangan dengan atlet Malaysia, Tan Boon Heong. Keduanya juga tidak sukses.

Setelah hampir setahun lebih berpisah, Hendra dan Ahsan akhirnya memutuskan kembali bertandem di 2018. Setelah itu perlahan-lahan mereka berhasil kembali meraih prestasi dengan gelar All England 1019 dan medali emas di Kejuaraan Dunia ini.

Kegagalan bagi Ahsan/Hendra bukanlah alasan untuk berhenti. Mereka berdua seperti membuktikan bahwa kegagalan mungkin hanyalah penundaan menuju kesuksesan yang lebih besar. Gelar Kejuaraan Dunia mungkin sudah kesekian kali, akan tetapi rekor demi rekor yang mereka torehkan membuat mereka mungkin akhirnya paham,  mengapa mereka harus gagal untuk bisa menikmati kesempatan seperti ini.

Hendra yang berusia 34 tahun menjadi satu-satunya pemain ganda putera Indonesia yang memenangkan Kejuaraan Dunia untuk keempat kalinya, Hendra menyamai raihan empat gelar Kejuaraan Dunia milik Liliyana Natsir yang sudah pensiun. Siapa tahu, tahun depan Hendra akan berhasil kembali meraih gelar.

Tahun depan bukanlah sebuah kemustahilan karena target mereka berdua adalah lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Hendra pernah meraih medali emas Olimpiade 2008 bersama Markis Kido.

Bisakah tahun depan, setelah 11 tahun berlalu, Hendra kembali meraih medali emas bersama Ahsan? Tidak ada yang mustahil bagi yang mau bekerja keras, kedua orang ini sudah membuktikan banyak hal tentang itu.

Gelar Ahsan/Hendra menjadi satu-satunya gelar yang diraih Indonesia.  Jepang menjadi juara umum setelah meraih dua emas melalui tunggal putera andalan mereka, Kento Momota dan ganda putri, Matsumoto/Nagahara.

Gelar tunggal puteri disabet tunggal India, Pusarla Sindu sedangkan gelar ganda campuran diraih pasangan Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Y.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun