Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ungkapan Mahkamah Kalkulator Bisa Jadi Bumerang bagi BPN Prabowo

26 Mei 2019   21:46 Diperbarui: 26 Mei 2019   21:56 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BW bersama Tim Hukum BPN I Gambar : Tribun

"MK dalam berbagai putusannya telah memutuskan berbagai perkara sengketa pemilihan, khususnya pilkada, dengan menggunakan prinsip terstruktur, sistematis, dan masif. Kami coba mendorong MK bukan sekadar mahkamah kalkulator, yang bersifat numerik," kata BW di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (24/5).

Pernyataan Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW), yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) agar tidak menjadi "mahkamah kalkulator" mendapat berbagai tanggapan. Mayoritas di antaranya menganggap pernyataan BW adalah pernyataan tanpa dasar.

Sebenarnya apa maksud dari "mahkamah kalkulator" yang disebut BW? Istilah ini seperti  ingin menyindir peran MK yang dianggap mengadili sengketa pilkada hanya didasarkan pada hitungan-hitungan angka belaka, apalagi dengan angka yang hanya dibatasi soal selisih jumlah suara.

Seperti diketahui, hasil rekapitulasi KPU, jumlah perolehan suara Jokowi-Ma'ruf mencapai 85.607.362 atau 55,50 persen suara, sedangkan perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen suara. Selisih suara kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11 persen suara.

Mantan ketua MK, Mahfud MD termasuk yang menanggapi pernyataan BW soal "mahkamah kalkulator" ini. Bagi Mahfud, istilah "mahkamah kalkulator" sendiri tidak tepat bagi MK, bagi Mahfud, MK sudah menjalankan peean pentingnya dengan memutuskan hasil sengketa pilkada lebih dari sekedar menjadi mesin hitung.

Senada dengan Mahfud, Lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, bahkan menilai pernyataan BW  tersebut tidaklah elok disampaikan oleh pihak yang akan bersengketa. KoDE bahkan memohon agar tim hukum BPN bersama BW lebih fokus menyiapkan dalil gugatan daripada sibuk membicarakan hal-hal yang tidak penting dan bahkan terkesan tendensius.

"Harusnya kalau memang sudah diargumentasikan seperti itu harus dibuktikan tentunya selisih 16 juta suara itu harus di jelaskan bagaimana cara kerja sehingga pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif itu dia berdampak terhadap selisih perolehan suara" ujar Veri Junaidi, Ketua KoDe inisiatif.

***

JIka kita mau lebih dalam melihat, menyebutkan MK sebagai "mahkamah kalkulator" tanpa kontrol penuh akan menjadi bumerang bagi tim hukum BPN Prabowo-Sandi. Mengapa? Publik seperti melihat bahwa istilah ini dimunculkan hanya untuk memberikan tekanan kepada MK dan juga seperti cara untuk bersembunyi atau melarikan diri dari tugas sebenarnya yaitu untuk menyiapkan bukti.

Tim hukum paslon 02 itu sebenarnya ditunggu untuk  membeberkan cukup bukti soal kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif di Pilpres 2019 dalam sidang di MK daripada membicarakan soal "mahkamah kalkulator".

Dalil-dalil atau pembuktian harus dibuktikan dan harus siap, karena jika ingin membuktikan tindakan TSM disebuah daerah belumlah cukup, jika kecurangan di dalam gambaran nasional tidak bisa dibuktikan maka akan menjadi percuma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun