Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Serangan Balik Mematikan Sri Mulyani untuk Arief Poyuono

16 Mei 2019   19:48 Diperbarui: 17 Mei 2019   11:45 11748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sri Mulyani I Gambar : Tribun

"Kalau Anda tanya, uang pajak untuk apa untuk segala macam, dari mulai jalan raya, sekolah, rumah sakit, kita bicara air, listrik, tentang seluruh aparat termasuk DPR, partai politik pun juga mendapat APBN jangan lupa, karena mereka mendapatkan per kepala. Jadi kalau nggak mau membayar pajak, masa negaranya nggak jalan," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Jika Sri Mulyani sudah serius, nala-nalar miring menggunakan sumbu pendek disikatnya, bahkan dipotongnya sampai habis.

Adalah politisi sekaligus Waketum Gerindra, Arief Poyuono alias Poyu yang mengundang Sri Mulyani untuk sedikit serius. Tak ada angin tak ada hujan, Poyu meminta agar masyarakat yang tak terima dengan pemerintahan hasil Pilpres 2019 menolak membayar pajak.  

"Langkah-langkah yang bisa dilakukan masyarakat yang tidak mengakui hasil pemerintahan dari Pilpres 2019 di antaranya tolak bayar pajak kepada pemerintahan hasil Pilpres 2019 yang dihasilkan oleh KPU yang tidak legitimate. Itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019," klaim Poyuono dilansir dari detik.com.

Seruan Poyu yang terkesan nyeleneh ini, lantas ditanggapi oleh pemerintah melalui Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nufransa Wira Sakti.

Nufransa mengatakan bahwa sesuai aturan yang berlaku orang yang tidak membayar pajak bisa diberikan sanksi mulai dari sanksi administratif berupa denda, dapat juga berupa bunga, maupun pidana. Aturan ini juga diatur dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Menanggapi Poyu perlu cara tersendiri, jika menggunakan aturan ini itu, bagi seorang politisi seperti Poyu ini tidak akan mempan, maklumat aturan di depan Poyu seperti "anjing menggonggong kafilah berlalu". Bahkan Poyu sendiri lebih suka membolak balik aturan agar lawan debat menjadi pusing sendiri.

Kita tentu ingat, bagaimana debat Poyu dengan Adian Napitupulu. Debat yang terlihat berat sebelah, tetapi menghibur seperti lawan dan hal itu tidak menjadi masalah bagi Poyu sendiri. 

Ungkapan lebih Indonesia dari Indonesia, Indonesia pangkat dua, dan lain sebagainya sudah dianggap biasa bagi Poyu. Kita yang menilainya menanggap Adian telah menang debat dengan telak tapi bagi Poyu sendiri, mau kalah mau menang, dia adalah juru debat terbaik BPN yang dimiliki sekarang.

Satu Demokrat saja dilawannya, apalagi kroco-kroco politik lainnya, begitu kira-kira.

Lalu apa yang dapat membuat Poyu akhirnya harus duduk terdiam dan tertunduk malu ketika dia mengucapkan sesuatu, lalu lawan bicaranya menemukan sesuatu yang seperti menyiram muka sendiri? Kebetulan, Sri Mulyani telah berhasil melakukannya.

Mari kita bedah tanggapan Sri Mulyani yang ada di awal tulisan ini: "Kalau Anda tanya, uang pajak untuk apa? untuk segala macam, dari mulai jalan raya, sekolah, rumah sakit, kita bicara air, listrik..". Ini edukasi pada masyarakat. 

Anda mau memilih Prabowo kek, Jokowi kek, Nenek Anda, atau Kakek Anda, Anda harus membayar pajak karena pajak yang dibayarkan digunakan untuk kepentingan masyarakat umum termasuk anda sendiri. 

Jika anda tidak membayarnya, bagaimana dengan kepentingan masyarakat yang lain? Lalu jika anda tidak membayar masa anda ikut menikmati fasilitas bersama? Baiklah ini pedis bagi yang mau coba-coba berpikir untuk melakukan yang dikatakan Poyu.

"..tentang seluruh aparat termasuk DPR, partai politik pun juga mendapat APBN jangan lupa, karena mereka mendapatkan per kepala". Ini edukasi tapi khusus dan betul-betul pahit bagi Poyu.

Pajak dibayarkan dan dinikmati oleh Gerindra dan partai politik lain. Dinikmati sebagai partai, dan juga dinikmati sebagai individu, Sri Mulyani menyebutnya sedikit keras, per kepala. Kepala siapa? Kepala Poyu. Kepala Poyu ada di mana sekarang? Ada melayang memikirkan cara tidak membayar pajak, padahal sedang berleha menikmati pajak tersebut.

Ini serangan balik mematikan? Sangat mematikan. Jika jadi Poyu, dia perlu waktu sejenak lalu terdiam untuk memikirkannya untuk berespons balik.

Di akhir perkataannya, Sri Mulyani mengatakan tak takut pada pemboikot pajak tapi juga mengimbau. "Nggak, kan kalau kita lihat di antara teman-teman politisi sudah berkomentar, saya tetap berharap masih banyak yang memiliki cara pendekatan kenegarawanan yang baik," ujar Sri Mulyani.

Kira-kira apa tanggapan Poyu nanti? Ah, tak usah pikirkan itu, berharap saja semoga sesudah Poyu mendapat serangan balik mematikan ini, dapat merenung bahwa benar apa yang dikatakan oleh Sri Mulyani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun