Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Memaknai Kata "Tetelestai" di Minggu Paskah

19 April 2019   13:02 Diperbarui: 12 April 2020   18:55 8895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Telestai berarti sudah selesai I Gambar : TImeanddate

Bagi umat Kristen, di minggu Paskah akan membaca atau mendengar sebuah kata dalam bahasa Yunani, yakni "Tetelestai".

Saat disalibkan di bukit Golgota, dalam penderitaan Yesus Kristus lalu berkata tetelestai, yang artinya "Sudah selesai".

Kata ini sebenarnya berasal dari kata kerja teleo, yang artinya "mengakhiri, mewujudkan, dan menyelesaikan dengan sempurna". Yesus telah menyelesaikan misi hidupNya dengan tuntas, yaitu mengorbankan dirinya untuk keselamatan manusia.

Mengenai kata ini, dalam sebuah penemuan arkeologis, kata ini tertulis dalam dokumen atau nota yang menunjukan utang yang telah dibayar, sama seperti tukang kredit jaman sekarang yang akan menuliskan kata "lunas" pada surat utang.

Kata ini juga diucapkan seorang pelukis atau seorang pemahat batu saat mampu menyelesaikan karyanya lalu menyimpulkan bahwa karyanya tersebut tidak perlu ditambahkan atau diubah apapun lagi.

Jika demikian, kata ini menjadi semakin dalam untuk dimaknai ketika kita dapat memberikan pertanyaan reflektif pada diri sendiri, yaitu sampai dimana kita dapat "menghidupi" kata Tetelestai tersebut dalam kehidupan kita?

Untuk memaknainya kita harus terlebih dahulu menyadari hakikat manusia yang hidupnya memiliki misi atau tujuan ketika diciptakan. Jika dilihat sebagai makhluk sosial, maka setiap manusia mempunyai misi untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kebaikan bagi orang lain.

Akan tetapi, penerapannya semakin kabur bahkan tidak jelas untuk diri sendiri ketika misi mulia tersebut berbenturan dengan ego dan kehendak manusia yang amat terbatas.

Akibatnya ketika ada pemaksaan kehendak ataupun saat rencana sering tidak sejalan dengan kenyataan yang dihadapi, manusia berontak lalu lupa diri bahwa hidupnya amat terbatas, lalu akhirnya terpaksa mengasihani dirinya sendiri, stress.

Berikutnya, telestai juga sebenarnya mengajarkan tentang kesementaraan hidup.

Tidak ada satupun manusia tidak bisa memastikan kapan kehidupan itu akan berakhir. Hidup bisa dijalani, kematian akan datang hanya waktunya akan menjadi misteri bagi setiap insan. Masing-masing dengan cara dan jalannya sendiri.

Pemahaman ini sejatinya akan membuka perspektif bahwa kehidupan untuk berguna bagi orang lain itu amat terbatas, tidak ada penundaan disana, karena perjalanan menuju itu waktunya semakin hari akan semakin menipis, jika dapat dilakukan segera, lakukan.

Terakhir, esensi tetelestai adalah pengorbanan atau penyangkalan diri. Kehidupan terlalu kejam karena kita akan menghadapi penolakan ketika kebaikan itu ditebarkan. Namun disitulah terjadi pengorbanan. Pengorbanan itu adalah sesuatu yang tidak harus kita tanggung atau alami tapi demi orang kita mengalaminya.

Pengorbanan sering berjalan seiring dengan penyangkalan diri. Kita merasa bahwa kita lebih pantas untuk berada di suatu posisi karena kita lebih hebat, lebih luar biasa dan lain-lain, tetapi akhirnya kita mengerti bahwa itu semua hanyalah sebuah kesementaraan. Jika kita mengejarnya, kita sebenarnya hanya berada di dalam dunia yang semu.

 Hiduplah dalam damai, hiduplah di dalam kehidupan yang berbagi. Selamat menyambut Paskah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun