Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kegembiraan dan Ujian Taktik bagi Ole Gunnar Solskjaer

13 Januari 2019   14:55 Diperbarui: 13 Januari 2019   15:19 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ujian Solskjaer menghadapi Hotspurs I Gambar : Manchester Evening

Siapapun penggemar Manchester United (MU) dan yang sudah mengamati penampilan klub berjuluk The Red Devils itu di bawah tangan Ole Gunnar Solskjaer akan setuju bahwa salah satu kata yang menggambarkan penampilan MU sekarang adalah Kegembiraan.

Ya, kegembiraan. Jangan pandang enteng kegembiraan di dalam sepak bola. Terkadang disadari atau tidak disadari, kegembiraan adalah dasar dari penampilan bagus dari pemain sekaligus performa positif dari  klub yang dibelanya.

Perhatikan saja bagaimana Paul Pogba dapat tersenyum , berdansa dan bergaya setiap kali mencetak gol. Empat gol yang dicetaknya selalu diakhiri dengan dab dance ataupun Billy dance. Suatu bahasa tubuh yang rasanya langka sewaktu Jose Mourinho masih melatihnya.

Pogba menunjukan bahwa Kegembiraan itu telah tumbuh bersama dengan kehadiran Solskjaer. Pria asal Norwegia itu mampu membuat Pogba, Rasford  dan pemain yang lain menjadi seorang penghibur, menyenangkan, dan menikmati penampilannya sendiri.

Solskjaer mampu membuat para pemainnya kembali ke sebuah titik, titik yang berkaitan dengan jiwa mereka. Sebuah titik yang membuat mereka menemukan kembali alasan mengapa mereka mencintai sepak bola, mencintai klub yang mereka bela dan menunjukkan warna mereka sebenarnya.

Di sepak bola modern, hal ini sering dinomorduakan. Banyak pelatih yang lebih menjunjung atau berbasiskan data dalam mengolah para pemain yang dia pimpin. Pemain diperlakukan sebagai sebuah alat yang harus taat pada kemauan mereka tanpa sang pelatih mempedulikan kemauan para pemain.

Hal ini menjadi lumrah, karena tuntutan kemenangan yang instan membuat pelatih harus mengorbankan relasinya dengan para pemain untuk tujuan tercapai. Kita sebut saja Carlo Ancelotti, pelatih yang dikenal  dengan kemampuan taktikal mumpuni tapi sangat hemat berelasi dengan para pemain.

Terakhir di Bayern, Ancelotti "diusir" oleh para pemain senior seperti Arjen Robben, Frank Ribery dan Lewandowski salah satunya karena alasan tersebut.

Balik ke MU. Sebenarnya pelatih MU sebelumnya Jose Mourinho dikenal sebagai pelatih yang memiliki kedekatan yang baik dengan para pemainnya, hanya sayangnya sepak bola pragmatis yang diusungnya lama kelamaan mulai ketinggalan jaman, Mourinho frustrasi, pemain menjadi terbeban dan Mou juga harus lekas pergi dari MU.

Di Inggris di jaman lalu ada nama-nama pelatih legendaris seperti Matt Busby, Bill Shankly dan Brian Clough yang dikenal sebagai pelatih-pelatih yang memiliki kekuatan pendekatan personal yang baik dengan para pemainnya.

Sesudah mereka ada Sir Alex Ferguson, pelatih legendaris MU yang mampu membuat anak-anak muda seperti Beckham, Paul Scholes dan Solskjaer menemukan kegembiraan maksimal seperti orang birahi ketika bersepakbola.  Pantas saja, Solskjaer sekarang dapat dikatakan berhasil mewarisi apa yang dilakukan Fergie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun