Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

"Pintar-Pintar Bodoh" Skandal Suap di Sepak Bola Nasional

12 Januari 2019   13:08 Diperbarui: 12 Januari 2019   13:23 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suap di Sepak Bola I Gambar : LaudyGracivia

Istilah Pintar-Pintar Bodoh atau pin pin bo pasti akan mengingatkan kita pada film Warkop DKI, Dono, Kasino dan Indro. 

Salah satu judul Film Warkop yang diproduksi Parkit Film pada tahun 1980 bahkan menggunakan istilah "Pintar-Pintar Bodoh" sebagai judul filmnya.

Kisah film ini menceritakan tentang Dono, Kasino, Indro yang ingin membuka sebuah kantor detektif. Sebenarnya mereka tahu benar bagaimana seharusnya sebuah kantor detektif beroperasi, tetapi mereka sering jatuh di dalam hal-hal yang dapat dianggap konyol. Pintar iya, tapi juga bodoh. Pintar-Pintar Bodoh.

Apa hubungannya dengan kasus suap di persepakbolaan nasional kita? Kalau kita lebih dekat melihat, maka mau tidak mau bisa dikatakan bahwa  beberapa kasus suap ini menggambarkan pintar-pintar bodoh seperti di film Warkop. Terutama bagi pengurus sepakbola yang terjebak di dalamnya.

Saya akan berikan dua contoh. Pertama, berkaitan dengan kasus terakhir yang dilaporkan, yaitu dugaan suap yang dilakukan oleh petinggi PSSI bernama Iwan Budianto (IB) pada tahun 2009.  IB yang adalah Direktur Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) diduga  meminta uang kepada Imron Abdul Fatah yang saat itu menjabat sebagai manajer Perseba Super Bangkalan.

Uang itu untuk apa, uang sejumlah Rp 140 juta  diminta oleh pihak IB untuk menyetujui Bangkalan sebagai tuan rumah pelaksanaan pertandingan Delapan Besar Liga Remaja (Piala Suratin) Seri Nasional 2009. Imron sendiri melakukan pembayaran secara bertahap pada rentang waktu Oktober-November 2009.

Saat terakhir dikonfirmasi, IB mengatakan harus mengingat kembali detailnya seperti apa, karena peristiwa itu sudah berlangsung sudah sangat lama.

Di lain sisi, menarik disimak apa yang dikatakan oleh Imron, sang pelapor. Menurut Juru Bicara Tim  Satgas Antimafia Bola, Kombes Argo Yuwuno, Rabu (9/1/2019), Imron   baru menyadari sebagai korban setelah mengetahui bahwa menjadi tuan rumah Turnamen sebenarnya tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun.

"Pada Desember 2009 setelah dilaksanakan pertandingan Delapan Besar Liga Remaja (Piala Suratin) Seri Nasional 2009 di Bangkalan, korban baru mengetahui dan tersebut tidak ada ketentuan untuk melakukan pembayaran," tutur Argo.

Inilah pintar-pintar bodoh itu tergambar dengan jelas. Pintar karena berkeinginan menjadi tuan rumah, bodoh karena membayarkan uang yang seharusnya tidak harus dibayarkan. Seharusnya para manajer atau pengurus klub tahu persyaratan untuk menjadi tuan rumah sebuah turnamen.

Jika kita melihat pada satandar FIFA yang kemungkinan besar diadopsi oleh PSSI dalam mengatur tuan rumah, maka ada beberapa persyararan yang mesti disiapkan calon tuan rumah sebuah turnamen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun