Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Satgas Anti Mafia Bola Sebaiknya Belajar dari Kasus Nasiruddin

10 Januari 2019   11:12 Diperbarui: 10 Januari 2019   11:26 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skandal Pengaturan Skor di Indonesia terus bergulir I Gambar : NationalDaily

Selanjutnya, Napitupulu berusaha memberikan pandangannya sendiri  tentang sepak terjang Nasiruddin.  Jimmy menduga bahwa Jimmy bekerja tidak sendirian bahkan dilindungi oleh para cukong besar.

"Pasti dia punya bos. Sebab, terakhir kali bertemu dengan saya, dia tidak punya uang. Untuk makan saja sulit, kasihan sekali nasib dia saat itu," ujar Jimmy pada 2015, sesaat sesudah kasus ini mencuat.

Jika kita melihat konteks ini lebih dekat, tentu saja persoalannya bukan saja mengenai Nasaruddin dilindungi siapa, tetapi lebih daripada itu adalah mengapa orang yang sudah terbukti melakukan pelanggaran berat masih dapat berkecimpung lagi di dunia sepak bola.

Oleh karena itu, belajar dari hal tersebut maka amat dirasa perlu untuk Satgas agar memikirkan tentang konstruksi hukum yang tepat yang  bertujuan bukan saja untuk memberi efek jera pada para pelaku saja, tetapi sekaligus "menutup" ruang bagi para mafioso itu agar selamanya tidak beraktivitas lagi di sepak bola.

Mengapa ini perlu diperhatikan? Alasannya karena kasus serupa Nasaruddin juga pernah terjadi di dalam konteks berbeda. Runner  atau perpanjangan tangan Bandar judi, Bambang Suryo pernah dihukum pada 2015  karena diduga terlibat pengaturan skor dalam Sea Games 2015. 

Suryo akhirnya  dihukum seumur hidup namun tiga tahun kemudian Suryo sudah aktif lagi  bahkan menjadi manajer klub bola,  Metro FC.  Kasus hukum Suryo kabarnya "dibersihkan" atau dipulihkan oleh PSSI. Absurd.

Apa yang dapat dilakukan oleh Satgas? Saat ini Satgas menggunakan konstruksi hukum berikut untuk menjerat para pelaku yaitu; dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan dan/atau tindak pidana suap dan/atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau UU No 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap dan/atau Pasal 3, 4, 5, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.

Konstruksi hukum ini tentu saja terbatas soal jangka waktu hukuman, namun yang paling penting adalah bagaimana para terhukum nantinya dimasukan dalam black list atau daftar hitam sehingga mencegah mereka untuk terlibat lagi di dunia sepak bola.

Selain itu perlu dipikirkan juga bagaimana caranya untuk mengawasi aktivitas para terhukum nantinya di masa depan saat di dalam tahanan atau sesudah menajalani hukuman. Hal ini Ini juga penting karena pada faktanya aktivitas mafia ini bisa dijalankan tidak tergantung tempat mereka berada.

Kekuatan mafia bola yang begitu besar ditambah dengan ketergantungan pada para pelaku, maka seperti kasus-kasus sebelumnya  kerjasama mereka biasanya masih akan tetap berjalan dalam waktu yang lama, meskipun diselingi dengan putus nyambung karena 'anggota" sedang terjerat persoalan hukum.

Satgas dirasa perlu juga belajar dari CPIB yang diperkirakan menggunakan jaringan Interpol untuk menangkap terduga. Ada optimisme bahwa hal itu dapat dilakukan saat Polri ikut menangani kasus pengaturan skor ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun