Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Membahas Laporan Masyarakat dalam Kasus Pengaturan Skor

8 Januari 2019   10:01 Diperbarui: 8 Januari 2019   11:10 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidayat meminta agar timnya mengalah pada PSS Sleman dengan tebusan uang Rp100 juta hingga Rp150 juta. Meski Hidayat telah mendapatkan sanksi dari Komite Disiplin (PSSI) berupa denda Rp250 juta dan tidak boleh bekecimpung di sepak bola nasional selama tiga tahun, namun tim Satgas akan terus "memburu' Hidayat yang terus mangkir dari panggilan Satgas dan terduga lainnya.  

Apakah Liga 1 tidak ada dugaan pengaturan skor? Kata "mendominasi" yang digunakan tim Satgas dapat berarti masih ada laporan yang terkait dengan level tertinggi kompetisi sepak bola nasional ini. Akan tetapi, mungkin karena diakibatkan bukti lain belum cukup, prioritas Satgas masih berkisar di  Liga 2 dan 3. Kita tunggu saja.

Kedua, dari laporan ini dapat diduga bahwa kasus pengaturan skor adalah sesuatu yang sudah masif dan telah lama berlangsung.

"Sebagian (laporan masyarakat) terkait dengan permainan dari bola pengaturan permainan. Saya tidak tahu pasti dalam permainan ada beberapa modus ini yang sedang kita dalami. Terkait dengan hasil akhir untuk meloloskan satu klub juara. Dengan adanya permainan suap, penipuan penggelapan. Saya pikir semua terkait ini kan masih penyidikan," kata Kombes Syahar Diantono.

Tidak dapat dipungkiri seperti yang dikatakan oleh Syahar, varian modus yang lebih dari satu dan motif pengaturan skor maka pengaturan skor ini sudah cukup lama dilakukan. Catatan-catatan mafia pengaturan skor di Indoenesia, bukan menjadi rahasia umum lagi terjadi dari dulu hingga sekarang.

Di masa lalu, salah satu kasus mafia skor yang dikenal  pernah dicatat oleh Tempo dalam judul, "Suap, Buat Apa Galatama?" pada 7 April 1984.  Saat itu dalam  musim perdana Galatama baru berjalan selama tiga bulan, Perkesa 78, salah satu peserta Galatama, sudah terlibat kasus suap.

Saat  itu Javeth Sibi, salah satu pemain Perkesa 78, menerima suap dari bandar judi yang bernama Jeffry Suganda Gunawan sebesar 1,5 juta rupiah. Uang itu kemudian dibagi-bagikan kepada empat rekannya. Jareth diskors PSSI selama satu tahun dan empat rekannya mendapat peringatan keras dari PSSI.

Kasus ini perlu diangkat karena ada perbedaan yang semakin "gawat" seiring waktu. Perbedaannya adalah jika dulu mayoritas skandal mafia skor dimainkan hanya oleh bandar judi, sekarang praktek mafia ini melibatkan runner atau pengatur skor juga dapat sekaligus berperan seabgai pelaku di sepak bola atau bahkan para petinggi PSSI.

Reaksi pelaporan dari masyarakat yang cukup banyak dapat diartikan bahwa masyarakat sudah muak dengan permainan yang mengotori sepak bola dan ingin segera diberantas. Hal ini bertambah menyedihkan karena jugamelibatkan para petinggi PSSI yang notabene adalah nahkoda ke mana arah sepak bola nasional akan dilabuhkan.

Manajer Madura FC,  Januar Herwanto yang geram dengan situasi ini dan bersedia menjadi salah satu pelapor kunci dalam pengungkapan kasus ini, menjelaskan alasan pelaporannya dengan satu kata yaitu menjijikan. "Selama ini tawaran ada dari teman-teman, kami tolak dan biarkan. Tapi ini petinggi PSSI yang bermain dengan makelar. Menjijikkan sekali," tandas Januar. Ya, menjijikan.

Oleh karena itu,  Satgas tentu perlu lebih banyak laporan lagi. Mari masyarakat bola, laporkan apa yang kita tahu, demi sepak bola Indonesia yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun