Brasil terus bergantian membangun serangan melalui kuartet  Neymar, Coutinho, Jesus dan Willian. Meski pontang-panting menahan serangan Brasil, pertahanan Swiss yang dimotori Stephen Liechsteiner  masih bisa menjaga agar gawang mereka tidak kebobolan untuk kedua kalinya.
Prinsipnya sederhana, menjaga gawang untuk tidak kebobolan dan membuat tim lawan membuat kesalahan. Itulah yang terjadi. Zuber pada menit ke-50 berhasil membobol gawang Allison dengan mudah sesudah memanfaatkan set piece tendangan sudut dan Miranda yang terlalu gampang kehilangan konsentrasi. Gol Zuber membuat gol  indah dari Coutinho terkesan sia-sia. Gol balasan Swiss tersebut membuat hingga akhir laga, kedua negara membagi skor menjadi 1-1. Brasil gagal menang.
Hasil ini membuat Selecao sebagai favorit kuat juara belum dapat membuktikan kapasitasnya secara maksimal. Kualitas skuad yang komplit dan spesial karena dihuni oleh para pemain yang masih muda serta tampil hebat di klub masing-masing menjadi terkesan melempem dalam pertandingan ini. Tim asuhan pelatih Tite ini yang seharusnya spesial, belum terlihat spesial di pertandingan ini.
Jika bicara tentang alasan dari hasi ini, paling tidak ada 3 (tiga) alasan yang dapat dikemukakan mengenai gagalnya Brasil yang belum tampil maksimal.
Pertama, ketergantungan pada Neymar yang masih kuat.
Tak ada salahnya memang Brasil mengandalkan pemain klub PSG yang menganggap dirinya pemain terbaik di dunia itu. Tetapi perhatikan respon Swiss setiap kali Neymar memegang bola. Valon Behrami, Xhaka, Liechsteiner akan segera mengepung Neymar, dan pergerakan bola akan segera terhenti, tidak efektif. Apalagi Neymar terlalu mudah jatuh ketika disentuh.
Jika mau lebih efektif dan efisien, Tite harus mampu membuat distribusi bola di Brasil lebih merata dan bervariasi. Caranya adalah memaksimalkan Neymar bukan sekedar pencetak gol tetapi bertugas memancing pemain lawan keluar dari daerahnya, dan membuat pemain lain bisa leluasa memainkan peran mereka. ini yang belum maksimal dilakukan oleh Brasil.Â
Hasil seri ini juga harus membuat Tite harus berpikir terbalik. Neymar tak perlu mencetak gol dan banyak memegang bola, namun Brasil harus menang. Sederhana. Sesekali Tite juga harus membaca kutipan dari Einstein. " Kita tidak dapat mengharapka hasil yang besar dengan cara yang sama".
Kedua, lini kedua Brasil yang tidak maksimal.
Lini kedua yang dimaksudkan adalah barisan Paulinho, Casemiro dan bahkan termasuk di dalamnya Willian dan Coutinho. Dua nama pertama adalah gelandang jangkar. Dua gelandang jangkar ini terlihat tidak bermain maksimal. Seharusnya ketika melawan Swiss yang bermain defensif, Paulinho dan Casemiro harus lebih sering muncul dari lini kedua untuk membantu serangan, apalagi ketika Neymar Cs di depan terlihat buntu. Sayang, itu tidak dilakukan.