Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Edmund Husserl dan Cermin Sepak Bola

18 Januari 2018   13:50 Diperbarui: 18 Januari 2018   14:37 1706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ron Atkinson, Rasisme yang sulit dilupaka I Gambar : Telegraph

Rivalitas Juventus dan Torino, Sarat makna I Gambar : Forza
Rivalitas Juventus dan Torino, Sarat makna I Gambar : Forza
Dalam artikel berjudul Benci Juventus, Hina Torino, tapi Jangan Tenggelamkan Turin, diketengahkan rivalitas ini muncul karena adanya perbedaan asal muasal para tifosi. Torino dikenal memiliki suporter dari kalangan kelas pekerja, sebaliknya Juventus mempunyai basis pendukung dari kelas menengah. Torino mempunyai fans dari kalangan miskin sebaliknya Juventus dari kalangan Borjuis.

Wajah dukungan suporter yang berbeda segi sosial dan ekonomi ini menjadikan sentimen-sentimen antar kelas itu menjadi bumbu yang sangat terasa sebelum, ketika dan sesudah pertandingan. Pertanyaannya apakah dalam perbedaan itu tidak ada kesempatan untuk dapat saling bersatu?.

Sepak bola itu sejatinya mempersatukan. Arti Derby della Mole sendiri menyiratkan pesan senada. Mollesendiri berasal dari nama sebuah gedung megah bernama Mole Antonelliana yang terletak di tengah kota Turin.

Kehadiran Mole Antonelliana sejatinya adalah simbol kesatuan yang mempersatukan kedua pendukung kesebelasan, biarlah hitam putih (Juventus), merah marun (Torino) dalam pertandingan, namun tetaplah SATU sebagai warga Turin yang istimewa. Dukungan di lapangan boleh berbeda tetapi dalam keseharian kita sama. Itu pesan mendalam dari Mole Antonelliana.

Sepak bola sebenarnya mengikis itu semua. Mayoritas, minoritas tak dikenal dalam sepak bola. Perbedaan status sosial, kaya miskin, suku, agama tidak mendapat tempat dalam sepak bola. Malahan sepak bola membuat nilai-nilai kemanusiaan terpancar menjadi satu-satunya pandu.

Arsene Wenger, belum juga dipecat I Gambar : Telegraph
Arsene Wenger, belum juga dipecat I Gambar : Telegraph
Berikutnya, perspektif cinta dan nafsu menjadi hal memesona yang dapat dibahas melalui sepak bola. Perjalanan Arsene Wenger sebagai pelatih Arsenal tapi mulai tak diinginkan oleh pendukung The Gunners menjadi salah satu yang dijadikan cermin dalam artikel berjudul Opa Wenger di Antara Cinta dan Nafsu.

Alasnya cinta dan nafsu itu bagaikan dua sisi sebuah koin. Selalu berdampingan, di mana ada cinta disitulah nampak nafsu yang bergelora. Namun ada yang mengatakan bahwa cinta dan nafsu itu sangatlah berbeda. Cinta itu membahagiakan, namun nafsu mengecewakan. Cinta selalu ingin memberi, tetapi nafsu ingin terus memiliki.

Situasi Arsene Wenger di Arsenal bagaikan berada di zona abu-abu. Kehadirannya di Arsenal sampai saat ini dipertanyakan oleh pendukung Arsenal, atas nama cinta atau nafsu belaka.

Opa Wenger memaksakan diri bahwa cinta dengan sebuah loyalitas atau komitmen itu sudah lebih dari cukup. Namun sebaliknya para fans Arsenal merasa bahwa itu jauh dari cukup. Cinta itu adalah tindakan nyata untuk dapat memberikan terbaik bagi yang dicintainya.

Hal terbaik yang dapat dilakukan Opa Wenger adalah tenggelam dalam perenungan yang dalam. Perenungan tentang definisi cinta di sepak bola modern di masa tuanya sembari mencoba meminggirkan nafsu. Salah satunya dengan berefleksi bahwa tanda cinta yang utama adalah keinginan agar orang yang dicintai bahagia, meski mungkin kita tak bahagia.

Tuturan tentang cinta berlanjut. Kali ini soal cinta dan rasisme. Cinta dan rasisme alasnya mustahil berada dalam satu ruang bersama. Sepak bola menginginkan cinta tumbuh dan akan menendang rasisme. Dalam artikel berjudul Ron Atkinson dan Perkataan Rasis yang Terus Disesali, perenungan ini coba disingsing dalam artikel ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun