Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Defisit Anggaran, Infrastruktur dan Chutzpah

22 Juni 2016   12:56 Diperbarui: 22 Juni 2016   13:01 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi - http://www.ft.com/cms/s/0/5d2e49f2-32d7-11e6-bda0-04585c31b153.html#axzz4CHhkSEjx

Kata "chutzpah" (kilk) dapat dipahami sebagai keyakinan pribadi yang memungkinkan seseorang untuk melakukan atau mengatakan hal-hal yang mungkin akan mengejutkan orang lain; atau dapat juga berarti keberanian (audacity).

Jelang usai pembahasan APBN Perubahan 2016 sudah disepakati pemerintah bersama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) defisit anggaran 2,35% (sebelumnya 2,15%) dari PDB (Produk Domestik Bruto); diprakirakan dengan defisit tersebut masih dapat dicapai pertumbuhan 5,2%. Dengan kondisi tersebut, dipastikan akan ada penyesuaian atau "pemotongan" anggaran dalam tengah tahun kedua 2016. Defisit 2,35% tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi defisit anggaran 2015 yang berada pada 2,56%. Tetapi dengan memperhatikan trend pertumbuhan selayaknya defisit perlu ditambah mendekati ambang batas (maksimum) dari rasio utang pada besaran 3%. Penambahan tersebut akan meningkatkan stimulus yang selanjutnya memicu permintaan. Sebaliknya, dengan konsistensi pertumbuhan, defisit anggaran yang mendekati ambang batas rasio utang terhadap PDB akan turun (lihat artikel : Fakta Apresiasi Rupiah).

Selain defisit anggaran, beberapa perubahan asumsi yang akan digunakan antara lain (dikutip dan penjelasan Menteri Keuangan) : "Asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen atau turun dari 5,3 persen, ‎nilai tukar rupiah dipatok pada Rp 13.500 per dolar AS atau lebih rendah dari asumsi makro APBN 2016 sebesar Rp 13.900 per dolar AS, inflasi turun menjadi empat persen dari asumsi makro APBN 2016 sebesar 4,7 persen, asumsi harga minyak berada di angka 40 dolar AS per barel‎ dengan Lifting minyak pada APBN-P 2016 menjadi 820 ribu per barel dan lifting gas bumi gas diusulkan 1.150 barel setara minyak per hari. (Sumber : Kemenkeu Naikkan Asumsi Pendapatan Negara di APBN Perubahan 2016).

Memperhatikan "hint" The Fed yang akan "mencari waktu yang tepat" untuk kenaikan Fed Fund Rate, dampak pertumbuhan China terhadap perekonomian Indonesia, dan deflasi komoditas global termasuk harga minyak (lihat : Kecoak Global dan Virus Ekonomi Indonesia); juga posisi nilai tukar dan trend indeks Real Effective Exchange Rate, serta trend turun inflasi domestik serta kondisi surplus perdagangan, diprakirakan gejolak kurs tukar efektif Rupiah rendah. Implikasinya asumsi nilai tukar nominal dapat terwujud. Bahkan dengan fenomena "Capital Outflow" dari China, akan meningkatkan aliran Investasi Portofolio yang berdampak penguatan Rupiah. (Lihat : Modal Tinggalkan China Pindah ke Indonesia). Trend penguatan kurs ini akan meringankan beban pinjaman valas pemerintah dan terlebih pada korporasi dan sektor private yang menanggung masalah Resesi Neraca.

Bagaimana tingkat inflasi ? Jika mengingat relasi inflasi dan pasar tenaga kerja (NAIRU : Non Accelerated Inflation Rate of Unemployment), dengan pasar tenaga kerja masih dalam tekanan, target inflasi tidak harus pada besaran 2%. Masih sangat perlu ekspansi moneter (melalui kredit investasi) dan fiskal untuk meningkatkan lapangan kerja. Ekspansi tersebut akan berdampak kenaikan inflasi; tetapi pada sisi lain akan meningkatkan pandapatan dunia usaha. Besaran inflasi 4% (bandingkan dengan capaian inflasi 2015 pada 3,35%) dan trend yang telah terjadi serta perbaikan dalam distribusi barang serta jasa, diprakiran target inflasi akan tercapai dan sangat berpeluang inflasi di bawah 4% (dengan memperhatikan juga pengaruh deflasi global). Trend harga minyak terakhir pada kisaran USD 40 per barel, sehingga asumsi yang ditetapkan cukup "fair" dengan kemungkinan "windfall" saat harga menuju USD 60 per barel.  

Terlalu berlebihan jika APBN Perubahan 2016 akan menekan permintaan (demand). Terlebih jika mengingat "share" APBN kurang dari 15% PDB, juga memperhatikan asumsi yang digunakan dengan implikasi seperti dijelaskan di atas. Postur APBN-P 2016 justru menunjukkan konsistensi tema pembangunan infrastruktur yang akan memicu dan menstimulasi kegiatan usaha serta mendorong pertumbuhan. "Ruang untuk bermanuver" khususnya dalam hal "project financing" masih terbuka lebar walaupun berdampak peningkatan defisit. 

Selasa, 21 Juni 2016, Presiden Jokowi "merayakan hari ulang tahun" dengan inspeksi pada beberapa proyek jalan tol yang sedang berlangsung kegiatan konstruksinya. Kegiatan ini mengindikasikan komitmen dan keyakinan yang kokoh akan "Infrastructure Pathway toward Economic Growth". Namun sebaliknya akan meningkatkan keraguan para pihak yang tidak bersepakat atau masih terpaku paradigma yang dibungkus dengan retorika "Utang Menyengsarakan dan Meninggalkan Beban bagi Anak Cucu". Tidak mudah untuk menerima pemahaman "Utang Bukan Beban Tetapi Investasi (khususnya Infrasktruktur) Harus !" 

Karakter atau keperibadian seseorang untuk berani bersikap dan melakukan hal-hal yang mungkin (pasti) akan mengejutkan orang lain dikenal sebagai audacity atau lebih tepat sebutan : Chutzpah ! - Happy Belated Birthday Mr. President !

Arnold Mamesah - 22 Juni 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun