Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ekonomi Lesu Anomali?

9 Juli 2017   19:54 Diperbarui: 9 Juli 2017   21:44 2202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daya Beli Lemah - sumber gambar : http://economy.okezone.com/read/2017/07/07/320/1730745/daya-beli-masyarakat-lemah-dunia-usaha-menangis

Pasca lebaran muncul berbagai berita tentang kelesuan perekonomian yang diperkuat dengan pengakuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) tentang penurunan daya beli masyarakat. Beredar juga tulisan dari Jusman Syafii Djamal (mantan Menteri Perhubungan) melalui media sosial dengan judul "Countercyclical Policy Atasi Ekonomi Lesu" (untuk tulisan lengkap klik di sini).

Merujuk pada artikel yang mengutip percakapan dengan SMI, kondisi lesu mikro ekonomi tersebut merupakan anomali; saat makro ekonomi menunjukkan indikasi baik dan bahkan meningkat. Memang pemerintah telah melakukan berbagai upaya demi meningkatkan kegiatan pembangunan khususnya pada sektor infrastruktur; sementara yang berkaitan konsumsi masyarakat berbagai hal dilakukan untuk mengendalikan inflasi. 

Walaupun makro ekonomi menunjukkan peningkatan, indikator sektor swasta atau private menunjukkan hal yang sebaliknya. Pertumbuhan kredit sektor swasta pada perbankan nasional masih "single digit" (8,71% hingga Mei 2017) dan diprakirakan baru akan mencapai 12% pada paruh kedua 2017. Sementara perkembangan pinjaman luar negeri gambarannya diberikan pada Peraga-1.

Perkembangan utang LN sektor private - koleksi Arnold M.
Perkembangan utang LN sektor private - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : Bank Indonesia - Statistik Utang Luar Negeri Indonesia

Dari Peraga-1 ditunjukkan bahwa dalam masa Januari 2015 hingga April 2017, tren pinjaman investasi dan modal kerja turun; sementara untuk Refinancing dan lainnya naik. Dengan demikian, sektor swasta lebih berupaya mengembalikan pinjaman untuk meringankan beban daripada melakukan investasi untuk meningkatkan pertumbuhan usaha. Tren naik pada refinancing dan lainnya mengindikasi adanya masalah pada pemenuhan kewajiban pinjaman. 

Demi membayar atau mengembalikan pinjaman maka swasta akan melakukan penghematan yang berdampak pada pendapatan tenaga kerja. Sementara tanpa melakukan investasi, pertumbuhan usaha akan semakin terbatas dan tertekan serta perluasan lapangan kerja rendah. Hal ini akan menyebabkan daya beli masyarakat turun dan berimplikasi pada kinerja usaha sektor swasta. 

Jika kondisi ini berlangsung lama dan berkepanjangan maka akan terjadi fenomena spiral deflasi; harga akan cenderung turun dan pendapatan usaha semakin turun sehingga berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Akibat lain yang akan timbul adalah penurunan penerimaan pemerintah melalui pajak (Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai). Kondisi ini semakin menekan defisit anggaran yang menyebabkan pemerintah juga cenderung melakukan penghematan dan pengurangan anggaran belanja baik untuk rutin maupun investasi.

Lantas mengapa sektor private enggan berinvestasi ? Seorang rekan diskusi memberikan pendapat bahwa keengganan tersebut sangat dipengaruhi pada "Persepsi dan Ekpektasi". Pengusaha akan melihat dari sudut pandangnya terhadap peluang dan ancaman yang mungkin terjadi dalam kurun waktu pendek, menengah, dan panjang. Dalam kondisi yang masih sarat konflik serta nuansa KKN yang kental maka pengusaha akan menganggap hal tersebut sebagai ancaman bagi kelanggengan usaha dan ekspektasi terhadap imbalan investasi rendah. 

Pada sisi lain, kondisi gejolak global akan selalu mengancam kestabilan nilai tukar sehingga pengusaha lebih memilih mengurangi beban pinjaman dalam valuta asing dan menghindari pinjaman baru. Dengan turunnya minat untuk meminjam berdampak pada penumpukan "idle-money" pada perbankan dan menurunkan pendapatan usaha perbankan. Implikasinya suku bunga pinjaman sulit diharapkan turun menjadi single digit.

Kondisi yang terjadi pada dunia usaha yang memilih membayar pinjaman dan enggan berinvestasi disebut sebagai Balance Sheet Recession Problem (Masalah Resesi Neraca). Upaya stimulus moneter tidak serta merta akan meningkatkan minat berinvestasi; sehingga peran pemerintah kembali akan menjadi faktor kunci melalui stimulus anggaran. 

Apakah kondisi ini anomali ? Mungkin SMI punya alasannya tetapi bisa saja karena Masalah Resesi Neraca belum menjadi materi saat kuliah ! 

Arnold Mamesah - 9 Juli 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun