[caption caption="Rupiah (sumber: shutterstock"][/caption]Rupiah Terkini
Pernyataan bak angin segar disampaikan Bank Indonesia bahwa prakiraannya mata uang Rupiah (IDR) pada 2016 akan lebih perkasa terhadap Dolar Amerika (USD) dibanding 2015. Keperkasaan tersebut akibat adanya aliran dana masuk sebesar IDR 33 Triliun. Sementara surplus neraca perdagangan Januari 2016 hanya sebesar USD 50,6 Juta.
Perjalanan tren (kecenderungan) nilai tukar IDR terhadap USD dalam masa Januari 2014 hingga 19 Februari 2016 diberikan pada Grafik-1 berikut ini dengan perbandingan nilai tukar beberapa negara lain yang setara seperti Malaysia (MYR - Ringgit), India (INR - Rupee), Brazil (BRL - Real) dan Afrika Selatan (ZAR - Rand).
Rupiah dan Mata Uang-R
Jika posisi terakhir nilai tukar dibandingkan dengan posisi awal Januari 2014, kelima mata uang mengalami depresiasi dengan IDR mirip INR pada sekitar 10%; BRL (Brazil) : 72%; MYR (Malaysia) : 21% dan RAND (Afrika Selatan) 45%.
Tetapi dibandingkan dengan akhir triwulan-III 2015, depresiasi nilai tukar dialami BRL dan INR : 1-3%, dan RAND mencapai 11%, sementara IDR dan MYR mengalami apresiasi masing-masing 8% dan 7%.
Ringkasan perbandingan antar mata uang diberikan pada Tabel-2 : Perbandingan Kinerja Beberapa Mata Uang.
Rupiah Perkasa Lantas Bagaimana
Apakah dengan perbandingan seperti pada Tabel-2 atas dapat diartikan IDR Perkasa?
Beberapa implikasi jika IDR perkasa antara lain:
1. Neraca perdagangan akan defisit akibat impor barang meningkat dan indikasinya sudah terlihat pada neraca perdagangan Januari 2016 yang hampir "balance" atau setimbang.
2. Dengan semakin bertambahnya kegiatan proyek infrastruktur, maka akan mendorong impor barang modal yang berdampak defisit pada neraca perdagangan naik dan berlanjut dengan tekanan pada nilai tukar IDR.
3. Dalam kondisi deflasi harga barang komoditas dan energi, keperkasaan IDR akan mengakibatkan harga barang ekspor naik dan nilai ekspor tertekan; sebaliknya nilai impor akan meningkat. Peningkatan impor barang konsumsi membuat harga produk lokal tertekan dan berdampak pada pertumbuhan usaha.Â
4. Korporasi yang menanggung utang dalam mata uang asing (terutama USD) akan semakin berusaha "mengumpulkan dana" yang digunakan untuk membayar utang. Pada sisi lain, Korporasi akan menunda investasi (bagi korporasi yang berorientasi ekspor) karena harga ekspor tertekan juga investasi tidak menjanjikan "return" yang menarik. Korporasi melakukan "saving" atau investasi pada surat utang pemerintah yang menjanjikan imbalan lebih menarik serta aman sehingga saat Rupiah mengalami apresiasi, akan meningkatkan nilai investasi (dalam USD misalnya).
5. Tren IDR menguat akan mendorong minat berspekulasi yang kemudian meningkatkan volatilitas atau gejolak.
Belajar dari perekonomian Amerika (US), dalam kondisi Strong USD terhadap mata uang negara mitra perdagangan US, ekspor produk US tertekan sementara impor naik sehingga defisit perdagangan makin meningkat  juga.
Lantas masihkah ingin Rupiah makin Perkasa?
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
22 Februari 2016