Mohon tunggu...
Arnol Goleo
Arnol Goleo Mohon Tunggu... Lainnya - GOLMEN

Penaku bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku Mengingatmu tetapi Tak Mungkin "Kau" Kembali

23 September 2022   12:19 Diperbarui: 23 September 2022   12:37 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sahabat kompasioner, sebelum kita masuk menjelajahi permainan tradisional. Alangkah baiknya kita bernostalgia sejenak, waktu remaja. Pasti Indah. Sudah ingat? Yuk, kita mulai mengembara.

Permainan tradisional merupakan permainan yang digemari oleh anak-anak sebagai tempat untuk rekreasi. Selain itu, anak juga memulai bersosialisasi dengan lingkungan termasuk lingkungan sosial anak dari permainan tradisional tersebut.

Tanpa dipungkiri anak dengan sendirinya belajar tentang nilai-nilai kebersamaan, kerjasama, dan norma dalam sebuah permainan anak. Memang, dalam sebuah permainan ada yang "positif" dan ada pula yang "negatif" tentu akan ditemui disetiap permainan tradisional termasuk permainan modern sekalipun kita akan jumpai hal-hal demikian.

Namun lewat permainan tradisional, anak dibentuk karakternya serta mengetahui tentang hal yang baik dan buruk, yang perlu diterima atau ditolak. Bukan hanya itu, anak juga dibentuk bagaimana seharusnya menjalankan peran atau tugas dalam sebuah tim atau kelompoknya itu. Karena banyak permainan tradisional dalam bentuk dan atau berkelompok, hanya sebagian yang sendiri-sendiri.

Pertanyaannya adalah; Masih adakah permainan tradisional saat ini? Atau sudah ditinggalkan anak-anak? Apa untungnya permainan tradisional bagi anak? Dan apa ruginya bila meninggalkan itu?

Dulu, saya beranjak usia remaja masih melihat dan ramai permainan tradisional dilakukan di sekitar halaman rumah termasuk mereka yang sudah memasuki usia 17 sampai 19 tahun masih ikut bermain dalam permainan tradisional.

Sekarang, permainan tradisional perlahan mulai hilang, bahkan sebagian sudah ditinggalkan dan tak lama lagi semua permainan tradisional "ditelan oleh sang waktu (zaman)."

Saat ini saja, misalnya, jarang lagi ditemui di sekitar halaman rumah anak-anak bermain (permainan tradisional). Anak yang usia dini saja sudah di depan layar televisi. Bila anak itu menonton film karton atau Upin Ipin yang mengajarkan serta memperlihat tentang perbedaan budaya, agama, dan suku di Malaysia itu baik.

Agar anak dapat belajar melihat lingkungan sekitar yang berbeda latar belakang seperti sosia-budaya, agama, suku dan lain-lain dalam satu kesatuan yang patut dihargai dari perbedaan tersebut. Apalagi kita yang hidup di Indonesia sudah tentu ada beragam macam latar belakang yang harus kita ketahui dan saling menghormati satu sama lain. Apa ada lagi film seperti Upin Ipin?

Lain lagi, bila anak usia dini menonton sinetron/film percintaan yang dapat mengakibatkan pada anak yaitu: "pacaran usia dini serta berakibat pada hamil di luar nikah." Lalu siapa yang salah? Kesalahan anak atau orangtua?

Bailengit, 23 September 2022

Arnol Goleo   [10:59]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun