Oiya, sejak gagal menikah dengan Rendy dan sebal dengan ayahku, aku memutuskan untuk tinggal dirumah kost yang tidak jauh dari kantorku. Sebuah tempat kost mewah di tengah kota Jakarta, di sekitar perkantoran. Di rumah kost itu aku merasa nyaman karena ada sahabatku, Lulu, Â yang lebih dulu
tinggal di sana. Lulu sudah seperti saudara bagiku, tempatku berbagi suka duka. Kedua orangtuaku juga mengenal Lulu, itu sebabnya mereka sedikit tenang ketika mengetahui aku satu rumah dengannya.
"Lu, menurutmu lebih bagus ini atau ini?". Aku menanyakan baju yang cocok menemani Rendy ke pesta temannya.
"Hitam lebih elegan dan seksi", katanya.
"Oh thanks my baby sweety honey" Dan kamipun tertawa bahagia.
"Oiya, aye mandi dulu ya. Ntar kalo Rendy datang tolong yu temani dulu. Aye agak lama soale mau dandan syantikkkk", kataku dengan nada yang dibuat-buat.
"Oke deh syantikkkkkkk, dandan yang cetar, jangan lupa pake suppalan tuh di pantat biar terlebih montok", katanya menggoda sambil tertawa keluar dari kamarku.
Begitulah persahabatan kami selalu penuh canda. Aku merasa beruntung memiliki sahabat seperti dia. Persahabatan yang dimulai ketika pertama kami bertemu dalam orientasi mahasiswa, sebelum aku mengenal Rendy.
Aku membasahi tubuhku dengan semburan air dari shower dan mengkhayalkan betapa cantiknya aku dengan balutan dress hitam yang dipilihkan Lulu kepadaku, ditambah dengan tas kecil manis bertabur mutiara yang dihadiahkan Lulu di ulangtahunku 2 tahun lalu, sepatu yang baru aku beli 2 Minggu lalu, berjalan berdampingan dengan Rendy yang gagah, pasti membuatku jadi pusat perhatian.
Crekkk...tiba-tiba gelap. Oh ini pasti stop kontak listrik turun. Sudah berkali-kali kami protes ke ibu kost untuk menaikkan daya listrik di kamar lantai 2 tapi sampai sekarang belum terealisasi. Aku tunggu beberapa menit tapi lampu tidak juga nyala, mungkin semua penghuni kamar malas beranjak hingga saling menunggu siapa yang rela menaikkan stop kontaknya.