Mohon tunggu...
Sabarniaty Saragih
Sabarniaty Saragih Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga dengan tiga anak

Tampil apa adanya dan selalu berusaha melakukan yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Susahnya Mendidik Anak dengan Nilai IQ Kategori Cerdas

3 Agustus 2020   17:48 Diperbarui: 3 Agustus 2020   17:46 3793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika gurunya mengatakan Tuhan mempercayakan anak yang cerdas kepada saya, saya jadi berpikir apakah kecerdasan (dalam hal ini parameternya adalah nilai tes IQ) merupakan "gift" from God?

Jika dihubungkan masalah gizi dengan kecerdasan, saya bisa memastikan gizi si sulung lebih terjamin sejak kehamilan. Makanan si sulung lebih terjaga, bervariasi, mewah, dan lebih higienis. Rasanya asupan gizi anak pertama lebih baik dari anak kedua karena memang kondisi keuangan keluarga kami saat itu.

Sejak melihat nilai tes IQ mereka berdua, saya jadi belajar bahwasanya cara mendidik mereka berdua harus beda. Ketika saya harus mendidik si Sulung agar tampil percaya diri, disisi lain saya harus mendidik adiknya agar tidak terlalu pede. Kontras bukan?

Sejujurnya tidak mudah bagi saya untuk mendidik anak kedua. Saya harus ekstra sabar karena banyak sekali perbantahan dengannya. Tapi saya tidak bisa memungkiri kalau saya juga banyak belajar dari dia, dari pemikirannya yang sederhana, polos dan kritis.

Nilai tes IQ tinggi tidak serta merta menjadikan dia pintar, justru saya lebih sulit mengajarkan pelajaran sekolah kepadanya.

Teringat ketika anak kedua saya masih TK. Dia bisa membaca tapi tidak bisa menulis. Ketika dikte selalu mendapat nilai jelek, bahkan nol.
Disuruh menulis kata "makan" tetapi yang tertera adalah "kanma".

Demikian juga ketika menulis dan membaca angka, terbalik,  angka "17" dibaca "71". Dengan latihan keras akhirnya dia bisa membaca dan menulis dengan benar.

Sekarang saya sering kesulitan mendampingi dia pelajaran berhitung. Tapi bersyukur nilai sekolahnya bagus bahkan tertinggi di kelasnya.

Ketika usianya 3 atau 4 tahun pun sebenarnya dia masih sering bicara terbalik. Contohnya: ketika dia ingin menyebut "sekolah" yang terucap adalah "kecolah". Padahal umumnya anak menyebut "cekolah".

Hampir semua gurunya mengatakan kalau anak kedua adalah anak yang pintar, baik dan bertanggung jawab tetapi di rumah saya sering dibuat pusing dengan ulah dan pertanyaannya.

Dia yang dulu pernah bertanya kenapa bulan selalu mengikuti kita berjalan, bagaimana ada bayi dalam perut, bayi dalam perut keluarnya darimana, mengapa ayam matanya disamping tapi jalannya ke depan dan tidak menabrak, mengapa perempuan payudaranya besar, mengapa manusia dilahirkan kalau untuk mati, bagaimana dunia terbentuk dan pertanyaan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun