Solo selalu punya cara unik untuk membuat siapapun jatuh cinta, dan salah satu pesonanya terletak di sebuah pasar yang tidak biasa: Pasar Triwindu. Terletak tak jauh dari Pura Mangkunegaran, pasar ini bukan sekadar tempat jual beli biasa. Di sinilah lorong waktu seolah terbuka, membawa kita kembali ke masa lalu lewat tumpukan barang antik yang estetik dan sarat makna.
Aku masih ingat dengan jelas kunjunganku ke sana. Tidak seperti pasar tradisional lain yang biasanya menjual kebutuhan harian seperti sayur, daging, atau pakaian, Pasar Triwindu seakan menawarkan konsep berbeda. Di sana, aku tidak disambut aroma rempah atau suara penjual yang riuh menawarkan dagangannya, melainkan suasana tenang dan elegan dengan pajangan barang-barang kuno yang cantik. Setiap sudut pasar ini benar-benar fotogenik. Rasanya seperti masuk ke museum yang hidup dan bebas dinikmati oleh siapa pun.
Pasar Triwindu memang dikenal sebagai pusat jual beli barang antik di Solo. Mulai dari kamera tua, mesin ketik, piringan hitam, mainan jadul, koin dan uang kuno, sampai topeng tradisional Jawa, semua tersedia di sana. Bahkan ada juga furniture lawas dari kayu jati, lukisan klasik, jam antik, dan perhiasan vintage yang tampak mencuri perhatian. Uniknya, banyak dari barang-barang itu masih berfungsi dan layak pakai---sebuah bukti bahwa masa lalu tidak selalu usang, justru punya nilai tersendiri yang tak lekang oleh waktu.
Salah satu yang paling menarik perhatianku adalah koleksi radio dan televisi kuno. Bentuknya unik, khas era 60-an hingga 80-an, dengan kayu mengkilap, tombol besar, dan nuansa nostalgia yang kuat. Melihatnya saja sudah seperti menyaksikan potongan waktu yang diam. Tapi yang membuatku cukup kagum adalah suasana pasar yang begitu santai---tidak ada penjual yang berteriak atau aktif menawarkan barang. Mereka hanya duduk diam, membiarkanku berjalan dan melihat-lihat. Seolah mereka tahu, aku datang bukan untuk belanja, tapi hanya ingin menikmati suasana dan keunikan tempat ini.
Itu hal yang jarang kutemui di pasar manapun. Di sini, pengunjung seperti diberi kebebasan untuk menelusuri lorong-lorong penuh sejarah tanpa tekanan. Para pedagang juga tampak akrab satu sama lain, sebagian sibuk membersihkan koleksi mereka, sebagian duduk sambil membaca, dan lainnya sekadar mengobrol santai. Atmosfernya tenang, nyaman, dan sangat mendukung untuk menikmati benda-benda antik yang penuh cerita.
Estetika pasar ini juga sangat khas. Meski bangunannya sederhana, penataan setiap lapak begitu menarik. Barang-barang dipajang rapi---ada yang ditata di rak kayu, ada yang digantung, ada pula yang disusun seperti galeri seni. Pencahayaannya pun lembut dan hangat, memberi kesan klasik yang mendalam. Banyak pengunjung yang datang bukan untuk belanja, tapi untuk berfoto, membuat konten, atau sekadar menikmati pemandangan. Aku pun tak ketinggalan mengambil beberapa potret karena memang setiap sudutnya sangat Instagramable, terutama bagi pecinta estetika vintage.
Menurutku, Pasar Triwindu bukan hanya tempat jual beli, tapi juga tempat untuk belajar, merenung, dan mengenang. Di sana kita bisa melihat wujud nyata dari masa lalu. Kita bisa membayangkan kehidupan zaman dulu lewat barang-barang yang masih bertahan hingga kini. Bagi generasi muda sepertiku, tempat ini membuka wawasan tentang bagaimana kehidupan orang tua dan kakek-nenek kita dulu---dengan benda-benda sederhana yang kini menjadi langka dan berharga.
Yang membuatku semakin nyaman, pasar ini juga tidak terlalu ramai atau penuh sesak. Jadi, pengunjung bisa benar-benar menikmati suasana dan berinteraksi dengan tenang. Harga barang-barangnya pun bervariasi, dari yang terjangkau hingga yang bernilai koleksi tinggi. Jika suatu saat ingin membeli, mungkin perlu sedikit keahlian menawar untuk mendapat harga terbaik. Tapi waktu itu, aku memilih untuk pulang tanpa membawa apa pun---kecuali kenangan dan pengalaman yang hangat.
Pasar Triwindu juga cocok untuk kamu yang suka mencari inspirasi. Siapa tahu, dari melihat koleksi barang-barang tua yang penuh nilai sejarah, kamu justru mendapat ide baru, entah untuk menulis, menggambar, membuat konten, atau sekadar bahan refleksi tentang perjalanan hidup manusia dari masa ke masa.