Mohon tunggu...
Arnold Japutra
Arnold Japutra Mohon Tunggu... Dosen - Edukator

Pemerhati dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cicak vs Buaya

30 Oktober 2017   02:23 Diperbarui: 30 Oktober 2017   04:00 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masih ingat dengan kasus cicak vs. buaya? Kali ini penulis akan membahas mengenai cicak vs. buaya versi yang berbeda, bukan di antara dua institusi pemerintah namun antara perusahaan besar dan konsumen individu (baca: konsumen kecil). Judul ini tentunya dibuat bukan sebagai 'click bait' tetapi memang refleksi dari keadaan yang sesungguhnya. 

Penulis yakin bahwa dengan semakin banyaknya maskapai penerbangan Indonesia yang beroperasi, semakin banyak rakyat Indonesia yang sudah merasakan terbang. Berdasarkan pemberitaan-pemberitaan yang terjadi belakangan ini, penulis juga yakin bahwa banyak orang yang telah merasakan kekecewaan, baik itu karena keterlambatan atau karena masalah lainnya. Pada kesempatan ini, penulis ingin membahas tentang penggantian jadwal sepihak yang dilakukan oleh sebuah maskapai penerbangan.

Penulis telah membeli tiket untuk kembali dari Surabaya menuju Jakarta yang dijadwalkan pada Sabtu 28 Oktober 2017 pukul 18.00 jauh hari sebelumnya. Namun ternyata pada Kamis 26 Oktober 2017, penulis mendapatkan sms dan email yang menyatakan bahwa ada penggantian jadwal dari pukul 18.00 menjadi pukul 18.40. 

Penulis langsung menelepon CS seperti yang tertera pada sms dan email penjadwalan ulang tersebut karena penulis memilih pukul 18.00 disesuaikan dengan jadwal penulis yang cukup penting. CS hanya menerangkan bahwa telah terjadi kendala teknis dan semua penumpang di pukul 18.00 dialihkan tanpa merinci lebih lanjut. Dalam hati,  penulis bertanya, apakah kendala teknis bisa diketahui dua hari sebelum keberangkatan?

 Ketika penulis mempertanyakan hal tersebut, CS pertama kali menjawab bahwa silakan tanya langsung ke bandara Juanda. Hal ini membuat penulis cukup kesal karena tidak ada hubungan apapun antara penulis dengan bandara Juanda, dengan diterbitkannya invoice maka telah terjadi perjanjian antara penumpang dan maskapai, bukan dengan bandara. 

Setelah penulis menjelaskan hal tersebut, CS langsung berdalih bahwa yang dimaksud adalah silahkan ke CS di bandara Juanda. Penulis tentu saja bingung dan langsung menanyakan kenapa di sms dan email yang diterima tertera nomor untuk dihubungi dan nomor tersebut menghubungkan penulis dengan CS dan bukan dengan CS di bandara Juanda. Akhirnya penulis ditawarkan untuk mengganti jadwal keberangkatan atau mendapatkan refund penuh. 

Tentu saja hal ini ditolak penulis karena tidak ada jadwal penerbangan lain yang sesuai. Kalau refund yang dipilih, tentunya hal ini akan menyulitkan penulis karena memang penulis butuh kembali ke Jakarta dan mencari maskapai lainnya tidaklah mudah, apalagi tiket tersebut telah dikonfirmasi ke pihak yang mengundang penulis.

 Penulis bertanya: Kenapa kalau pesawat terbang sesuai jadwal dan penumpang ingin mengganti jadwal maka penumpang dikenakan biaya sebagai kompensasi, lalu dalam kasus ini penumpang tidak mendapat kompensasi? Kenapa kalau penumpang ketinggalan pesawat (kesalahan penumpang) maka tiket hangus (penumpang rugi) dan pada saat kesalahan terjadi di pihak maskapai maka maskapai tidak menanggung kerugian apapun (refund hanya sesuai harga tiket)? Hal ini dijawab oleh CS bahwa itu di luar kuasa yang dimilikinya. Penulis akhirnya hanya meminta dibuat laporan agar masalah ini ditindaklanjuti. 

Keesokan harinya, penulis mendapat telepon dari CS yang berada di Surabaya. Namun penjelasannya hanyalah kami tidak bisa memberikan kompensasi apapun. Memang semua penumpang dialihkan jadwalnya. Penulis tidak membahas kembali karena penjelasannya tetap saja sama dengan CS sebelumnya. Masalah teknis yang tidak jelas. Akhirnya pada hari itu, penulis membuat laporan kembali via website maskapai tersebut. 

Di sore hari, penulis mendapatkan jawaban. Berikut jawabannya: "Menindaklanjuti keluhan yang Bapak sampaikan, sebelumnya kami memohon maaf atas ketidaknyamanannya. Sesuai dengan Peraturan Menteri No PM 089/2015 dan Standard Operational Procedure Perusahaan (SOP) yang berlaku sampai dengan saat ini bahwa apabila terjadi pembatalan penerbangan, maskapai wajib me-reschedule ke penerbangan sebelum / sesudah tanggal keberangkatan atau maskapai dapat memberikan pilihan kepada pelanggan untuk me-refund ticket tersebut."

Penulis kemudian bertanya kembali, sebagai berikut:

- Peraturan Menteri No PM 089/2015 mengatur tentang keterlambatan penerbangan. Apakah pengubahan jadwal penerbangan ini dikarenakan keterlambatan yang diikuti pembatalan? Apakah ini masuk dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri No PM 089/2015 mengenai faktor yang menyebabkan keterlambatan?

- SOP yang dimaksud yang mana? SOP yang dimaksud tidak jelas. Bukankah SOP itu adalah urusan internal antar karyawan pada maskapai tersebut. Bukankah SOP itu dibuat oleh manajemen agar karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya? 

Sampai saat ini penulis tidak mendapatkan jawaban. Penulis akhirnya menggunakan pesawat yang berangkat pukul 18.40 (ini waktu keberangkatan bukan boarding time) tersebut (terjadi delay keterlambatan dan baru saja boarding di pukul 19.00). Penulis merasa perlu menulis tentang pengalaman tidak mengenakkan ini agar terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Mungkin saja ada pembaca yang memiliki peran dalam mengubah kebijakan agar konsumen tidak selalu dirugikan dan ditindas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun