Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

You Are My Real Dream

20 Juni 2016   11:24 Diperbarui: 20 Juni 2016   11:35 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perhatian
Ini bukan sambungan dari cerpen "Dual". Saya hanya membuat cerpen beda tema dengan nama karakter yang sama. :)

Aku menggenggam seluruh jemari wanita yang berada di sampingku. Lembut. Selembut pintalan benang sutra. Terbuai. Aku terbuai dalam ilusi yang terpancar lewat tatapan mata. Aku dan dia berada di surga keabadian. Bersenda gurau begitu lepas seolah dunia tak lagi mengganggu kemesraan kami. Kubelai wajah suci tak bernoda kala aku dan dia larut dalam anggur cinta yang memabukkan akal pikiran. Tak kujumpai setitik cela dan noda di lengkungan wajah manis nan ayu. Apakah keindahan rupa yang membuatku terpikat padanya? Atau nafsu berahi yang begitu membara menginginkannya menjadi kasihku?

+++

            Sudah ketiga kali aku mengerjapkan kelopak mataku. Mengajakku untuk bangkit dari tidur lelap sepanjang malam berlalu. Tapi tubuhku enggan beranjak dari sana ketika kulewati rangkaian mimpi indah yang terlalu sayang diakhiri. Namun, aku harus menjalani hari-hari pemberian sang Tuhan saat berkas sinar begitu keras menerpa mataku.

            Sebelum diriku benar-benar meninggalkan kamar, kulihat sebuah raga terkulai lemah di balik selimut putih. Dia sudah membuka kelopak mata dengan kornea hitam kecoklatan. Kudekati dan kusingkap sedikit selimut yang menudungi tubuhnya. Ketika hendak mengangkat selimut itu, dia memelototiku penuh murka. Aku tak tahu apa yang terjadi dengannya.Tapi yang pasti, aku sudah mengetahui alasan mengapa dia tak mau melepaskan selimut itu.

            “Mengapa dunia selalu memberikan duka kepada insan lemah? Tapi aku begitu bodoh, mengapa aku tak sanggup melawan? Apakah aku turut menikmati aliran cinta yang merasuk ke otakku? Apa racun yang disuntikkan ke dalam nadiku sehingga aku rela jatuh ke dalam peluk mautmu, kak Alvaro?” tanya Aretha dengan suara lirih.

            Aku tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Aretha. Aku bisa saja marah besar dengan perkataan adikku yang begitu menohok hati. Tapi, aku berusaha sabar meskipun batin bergejolak hebat bak lahar gunung berapi yang siap meledak.

            “Apa maksud perkataanmu, Adikku? Siapa yang mengatakan dirimu lemah? Siapa yang mengatakan kau bodoh? Dan perlu kautahu, tidak ada racun yang kucekok ke dalam nadimu.” Aku duduk di samping Aretha yang masih terbaring dalam tudungan selimut.

            “Mengapa kau tega melakukan hal ini pada adik kandungmu sendiri, kak Alvaro?! Kenapa?! Tidakkah kau menyesal dengan apa yang kaulakukan? Tidakkah kau—“

            “CUKUP! Aku melakukan hal ini karena aku begitu menyayangimu, Aretha!”

            Emosiku melonjak drastis ketika adikku lagi-lagi mengatakan perkataan yang begitu nyeri di telinga. Mulut Aretha bungkam, tak bersuara melihat kemarahan kakaknya yang sudah berada di tiitik puncak. Aretha memalingkan pandangan ke kiri tak mau beradu tatap denganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun