Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Pencabut Nyawa

4 Juli 2016   19:34 Diperbarui: 4 Juli 2016   20:14 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: indiedb.com

Aku sudah tak mengingat lagi berapa banyak nyawa yang kulayangkan demi kesenanganku. Tapi kau jangan salah sangka. Aku melakukan kesenangan ini pada orang-orang jahat. Orang yang seenak hati mengambil hak milik orang lain. Orang yang menyebarkan fitnah dan gosip yang menyebabkan pertengkaran. Orang yang menelan segala miliar lembar rupiah dalam perut buncit mereka. Orang yang melampiaskan nafsu berahi secara membabi buta. Dan masih banyak lagi.

***

Aku bukanlah bagian dari organisasi terselubung di bawah kegelapan. Bukan juga anjing suruhan para eksekutif berkantong tebal. Aku bergerak atas keinginanku sendiri. Aku memegang teguh prinsip yang kuyakini begitu tangisanku menggema di telinga kedua orang tuaku—Jika Tuhan dan dunia fana tidak memberikan hukuman setimpal bagi orang-orang jahat, aku akan melakukan pembalasan setimpal untuk mereka.Tapi, apalagi balasan setimpal untuk mereka kalau bukan kematian. Kematian orang jahat akan mengantarkan roh mereka langsung ke pangkuan iblis-iblis neraka. Neraka yang akan jadi tempat peristirahatan abadi bagi manusia sesat moral dan sesat mental.

Menyesal? Tentu saja tidak. Aku tidak menyesal dengan apa yang kuperbuat. Ini adalah suatu prestasi yang membanggakan. Mungkin Dewan Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa harus memberiku nobel penghargaan dengan kategori pembasmi kejahatan terbanyak dan terbaik di dunia. Sungguh penghormatan mulia jika mereka memperkenankan nobel itu padaku.

Kau tidak percaya kalau aku sudah membunuh banyak orang jahat? Baiklah. Akan kuceritakan beberapa kisahku. Jika kau bosan, kau bisa mendamprat dengan sejuta sumpah serapah mengutuk perbuatanku. Atau, menutup kedua lubang telingamu rapat-rapat. Atau, memilih melenyapkanku, silakan saja. Tapi aku mau bercerita sebelum waktu dan kesadaranku habis.

***

Aku menyesap kopi yang berada di genggamanku. Nikmat sekali. Batang tenggorokanku juga berkata demikian. Namun hati kecilku terusik. Bagaimana tidak terusik ketika ekor mataku melihat sekilas headline di sebuah koran nasional.

Sadis! Seorang Gadis Belia 14 Tahun Tewas Diperkosa Secara Brutal Oleh 14 Lelaki. Tujuh Pelaku Masih Berada Di Bawah Umur.

Manusia macam apa yang tega melakukan kegiatan senista itu?! Cuih! batinku benar-benar mengutuk. Aku benar-benar tidak habis pikir di mana otak mereka saat melakukan hal itu? Apakah kenikmatan semu menang telak kala nurani kecil memberontak tak karuan? Ini tidak bisa dibiarkan. Mereka harus dilenyapkan bersama-sama dengan dosa mereka.

Setelah aku membayar kopi yang kuminum, aku bertanya pada seorang lelaki paruh baya yang diduga pemilik kedai kopi ini.

“Maaf bolehkah saya bertanya satu hal pada Bapak?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun