Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Ketiga

9 Juni 2019   21:21 Diperbarui: 18 Juni 2019   20:55 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doaku seperti menembus langit. Tidak perlu beberapa lama aku menunggu, hujan berangsur-angsur mereda. Aku langsung tancap gas menuju LibCafe. Aku membutuhkan waktu sekitar 25 menit untuk sampai ke sana karena aku sedang memegang lukisan wajah Eliza yang sudah kubingkai rapi. Aku tidak mau karena kegesaanku mengendarai sepeda motor, lukisanku tidak sengaja terjatuh dan rusak. Jadi aku memutuskan untuk pelan-pelan saja.

Sampai juga aku dengan selamat di LibCafe. Aku melangkah dengan pasti menuju pintu depan kafe. Ketika aku mendorong pintu itu, kedua bola mataku secara gamblang melihat Eliza dan seorang .lelaki mengenakan kacamata dengan sisiran rambut klimis belakang duduk bersamping. Mereka begitu rapat. Seolah tiada sekat membatasi keintiman mereka.

Aku mendekati mereka perlahan-lahan. Eliza dan lelakinya mulai menyadari kedatanganku. Perempuan itu sempat tersentak kaget. Ia sempat tak berkata-kata untuk sesaat tapi begitu dia mulai membuka mulut, aku mengangkat lukisan itu setinggi kepalaku lalu mengempaskan kuat ke lantai kafe.

Begitu lukisan itu berada di lantai, aku segera berpaling dari hadapan mereka. Aku merasa nyeri saat menyadari serpihan kaca menusuk pergelangan kakiku. Namun itu sama sekali tidak menyakitkan ketimbang yang kurasakan saat mereka perempuan yang kudambakan sedang berduaan di depanku. Mungkin kemarin, aku menuruti saja firasatku bahwa Eliza sedang mempermainkanku. Seandainya aku menurutinya, aku takkan merasa sakit seperti ini.

Kupacu sepeda motorku kencang meninggalkan area kafe. Aku tidak peduli kekacauan yang kubuat di sana. Aku ingin meluapkan bahkan melampiaskan hatiku yang terluka pada mereka dengan melempar lukisanku pada mereka tapi aku lebih suka mencampakkannya ke lantai.

Aku memacu sepeda motorku dengan kecepatan 60 km/jam. Saat itu pikiranku masih dkuasai amarah. Aku serasa sekelilingiku kosong lompong, Tak kusadari jarak kap depan mobil diesel dengan bagian depan sepeda motorku hanya sekitar satu setengah meter lagi. Aku tidak punya waktu banting setir. Kesadaranku seolah kembali cepat begitu klakson mobil mengagetkanku.Akan tetapi aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menghindari kejadian itu.

***

Dua minggu sudah berlalu sejak insiden itu. Aku masih sering mengikutinya ke mana dia pergi. Memang selama seminggu, Eliza masih terperangkap dalam rasa bersalahnya. Rasa bersalah yang ditimbul karena menganggap dirinyalah yang bertanggungjawab atas kematian diriku. Kalau bisa aku berhadapan langsung di depannya, aku hanya mau bilang bukan semata-mata karena kesalahannya.

Ini juga salahku yang terlalu terbawa amarah hingga aku tidak bisa mengendalikan diri dan sepeda motorku. Aku memang masih mencintainya tapi aku perlahan memikirkan satu hal yang pasti. Aku sudah berbeda alam dengannya. Aku memang bisa melihatnya tapi aku pasti juga tersiksa karena Eliza tak bisa melihatku. Aku memang bisa tetap jatuh hati padanya tapi apakah perasaan yang sama, juga ada padanya?

Aku sudah bisa mengampuni dirinya. Aku sudah mulai bisa mengampuni diriku sendiri. Aku harus segera pergi ke akhirat. Keberadaanku di dunia ini hanya akan menjadi kesia-siaan. Yang terpenting, aku harap lelaki yang dipilih Eliza menjadi kekasihnya bisa menjaga hatinya seperti kesungguhan hatiku yang dulu ingin sekali menjaganya.

Waktuku hampir habis. Aku turut senang pegawai LibCafe menyimpan lukisan wajah Eliza walaupun itu diselipkan dalam sebuah buku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun