Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tumbal Arwah Jelangkung - 9

6 Maret 2016   19:25 Diperbarui: 6 Maret 2016   20:20 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

                Seorang wanita dengan potongan rambut model Cleopatra, menarik gagang pintu dan berlari kecil ke arah Donni. Donni terkesima dengan penampilan wanita yang sedang membuka engsel pagar. Wanita itu mengenakan long dress jingga yang menampakkan lekuk tubuhnya yang menawan.

                “A-apa Anda ibu Hesty?”

                “Ya saya ibu Hesty. Kamu pasti Donni ‘kan?”

                Ia tertegun sendiri dalam pikirannya—bagaimana bisa guru yang tidak masuk dalam mata pelajarannya bisa mengenal namanya.

                “I-iya.” Sahut Donni gugup.

                “Kalau begitu silahkan masuk dulu dek,” ibu Hesty mendorong pagar hingga bisa memuat badan dan motor Donni ke dalam. Sementara dirinya memasukkan sepeda motor, ibu Hesty sudah lebih dahulu masuk ke rumah. Barangkali, ia ingin menyiapkan sebuah teh manis hangat untuk menyambut kedatangan siswanya.

                Donni memandangi sebentar suasana rumah ibu Hesty yang tergolong mewah. Tanah sepetak yang berada di depan teras, digunakan untuk membuat tanaman minimalis yang di tengah-tengahnya terdapat air mancur dan gazebo yang berada tak jauh dari air mancur.

                Satu hal yang mengganjal di pikirannnya, ternyata ibu Hesty ornag yang terkesan ramah, tapi kenapa di sekolah ia cenderung dingin dan tertutup? Donni merasakan ada sesutau yang disembunyikan dalam perilakunya mendadak ramah dan suka melemparkan senyum.

                Setelah Donni melepaskan sendal, ia menggosokkan kaki di atas keset. Ia duduk di atas sebuah sofa merah marun berlengan panjang. Bola mata Donni mengedar ke seluruh bagian ruang tamu rumah ibu Hesty dipenuhi segala jenis guci dan lukisan-lukisan yang terpajang di sana.

                Salah satu lukisan yang menarik perhatiannya—seorang perempuan yang digambar dengan model setengah badan dengan goresan cat minyak tebal membasahi kanvas. Raut wajah perempuan itu tak menyiratkan kebahagian, seakan semua kesenangan hilang ditelan kesuraman.

                “Itu anak saya, Sonia. Dia anak satu-satunya yang saya miliki. Namun anak saya sudah meninggal dua tahun yang lalu kerena dibunuh oleh teman-temannya.” Ibu Hesty melihat ke arah lukisan itu juga. Matanya berkaca-kaca memandang lukisan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun