“Enggak ah, baru saja.“ jawab Donni santai.
Lina menarik kursi yang berada di dalam meja. Ia memesan jus jeruk kepada pelayan cafe yang kebetulan melintas di hadapanny
“Tumben Her, kamu ada di sini. Kemana saja selama ini?“ tanya Lina.
“Maaf, jika aku tak pernah bersama-sama dengan kalian. Aku jadi trauma karena kematian Prakoso,“
“Apa maksudmu?“ tanya Lina lagi.
“Aku jadi berpikir bahwa meninggalnya Prakoso berhubungan erat dengan permainan jelangkung yang pertama kali kita lakukan. Sekali lagi aku meminta maaf. Akumengambil kesimpulan kalau aku tak dekat dengan kalian, pasti, aku akan terhindar dari teror jelangkung itu.“ pungkas Heru.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Heru, membuat kuping Lina panas. Ia tak menduga kalau Heru akan bertindak pengecut padahal ia juga ikut berpartisipasi di dalamnya. Untuk menghilangkan amarahnya, Lina menyeruput es jeruk yang sudah diletakkan pelayan itu. Lina mengambil napas laludiembuskannya pelan.
“Sebenarnya, aku juga ingin bercerita sesuatu kepada kalian,“ Lina membuka percakapan yang sejenak hening.
“Apa yang ingin kamu ceritakan? Apa ada hubungannya dengan semua teror ini?“ Donni menyela. Baru kali ini, dia berbicara setelah ia hanya menyimak pembicaraan Lina dengan Heru
“Ya pasti. Kalian tahu, kejadian saat angin berhembus kencang saat kita bermain jelangkung?“ Lina mengubah tekanan suaranya agar menimbulkan kesan penasaran.
Mereka berdua berdeham sambil menikmati jus pesanan masing-masing tanpa  mengalihkan pandangan mata pada Lina.