Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tumbal Arwah Jelangkung - 6

22 Februari 2016   18:43 Diperbarui: 22 Februari 2016   19:02 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Apa yang terjadi dengan Shanti, Lin?“ tanya Erlina sambil menaruh gelas yang diberikan oleh Lina.

“Aku sendiri pun tidak tahu, Er. Semuanya terjadi dengan cepat.” ujar Lina. Wajahnya masih saja pucat meskipun keadaannya sudah membaik.

“Bagaimana keadaan Shanti?“ sambung Lina.

“Pihak sekolah sudah menelepon orang tuanya. Dan, ia sudah dipulangkan guna menghindari kejadian tadi terulang lagi pada siswa yang lain.“ pungkas Erlina sambil memakai dinas PMR-nya lagi.

Meskipun masih diliputi ketakutan, Lina tetap menghawatirkan keadaan Shanti. Sejak mereka bermain jelangkung, teror demi teror, terus saja menghantui dan menghabisi nyawa mereka satu per satu. Ia juga tak tahu kapan teror itu akan berakhir dan siapa lagi yang akan menjadi korban selanjutnya.

Sinar bulan purnama memendar lemah, menerangi alam sekitar. Namun, gadis ini tetap saja terlelap dalam tidurnya. Ia tertidur pulas walau hawa dingin yang menguar di kamarnya, terus meraba tengkuknya. Wajah ovalnya terlihat letih sekali. Kelopak matanya tertutup rapat seolah tak ingin terbuka, sekedip pun.

Akan tetapi, sayup-sayup suara halus mendelikkan matanya. Daun telinganya yang kecil menangkap suara yang entah dari mana asalnya, sedang memanggil dirinya. Ia bangkit dari tempat tidurnya, mendapati seorang wanita bergaun hitam memandangi dirinya.

“Ikutlah denganku.“ gumamnya lembut.

Wanita itu membalikkan badannya lalu melayang perlahan. Shanti mengikutinya dari belakang. Dia sudah keluar terlebih dahulu hanya dengan menembus pintu kamar Shanti. Shantiyang masih dalam keadaan sleep walking, menekan gagang pintu dan keluar. Dia berdiri di belakang Shanti. Kakinya tak menapaki tanah.

Wanita itu terus membawanya pergi jauh meninggalkan rumahnya. Malam semakin mencekam. Shanti terus saja melangkah walau dinginnya malam mulai menyengat kulit sawo matangnya. Wanita itu menghentikan langkahnya tepat di sebuah jalan raya yang sepi.

“Tunggu di sini.“ Wanita bergaun hitam itu menghilang dari hadapannya. Shanti mencelikkan matanya pelan-pelan. Hanya saja, tatapan itu redup dan kosong. Tak ada rasa kehidupan di dalamnya. Ia termangut, menunggu apa yang selanjutnya akan terjadi pada dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun