Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tumbal Arwah Jelangkung - 4

18 Februari 2016   19:11 Diperbarui: 18 Februari 2016   19:21 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sekarang keduanya larut dalam tangisan. Kedunya berpelukan erat seperti anak dan ibu yang tak berjumpa selama puluhan tahun. Air mata membasahi wajah mereka. Suara tangisan keduanya bagai lantunan lagu sedih di tengah kesuraman. Keduanya tak mau melepaskan dekapannya masing-masing. Seakan,tak membiarkan momen haru itu beranjak sejengkal pun dari sana.

“Kenapa kamu bisa di sini, nak?“

“Aku juga tidak tahu, bu. Dari tadi Prakoso sudah berada di sini. Aku juga mencari jalan keluar dari tempat ini, tapi aku tak menemukan jalan keluar dari lorong ini. Lorong ini seperti jalan panjang yang tak ada ujungnya. Aku panik dan menjerit minta tolong, berharap ada seseorang yang mau menolong. Dan ternyata, aku menemukan ibu sudah ada di sini.”

“Ibu pun dari tadi juga, ada di sini. Sudahlah, yang terpenting kita harus menemukan jalan keluar dari sini.“

Ketika hendak menarik tangan anaknya, dua orang berjubah hitam datang bersamaan dari depan dan belakang, menyeret paksa mereka. Sofia yang merasa keselamatan anaknya terancam, meronta dan menggeliat, meminta dirinya dilepaskan.

“LEPASKAN AKU! LEPASKAN ANAKKU!“ jerit Sofia sambil memukul-mukul tangan si jubah hitam namun dia tak merasakan apa-apa. Dia masih saja menyeret tangan Sofia. Di depannya, Prakoso berteriak nyaring memanggil ibunya. Suaranya hampir serak memanggil ibunya.

“IBU! IBU! TOLONG PRAKOSO!“ pekik Prakoso. Dirinya berusaha melawan si jubah hitam yang menyeret tangannya. Badannya lemas di dalam pengaruh kekuatan si jubah hitam.

“IBUUUU!“ Prakoso meraung panjang sesaat. Dirinya semakin jauh diseret oleh si jubah hitam. Semakin menjauh dari pandangan Sofia. Ditelan kegelapan yang perlahan mulai menyelimuti lorong. Sofia ikut masuk ke dalam kegelapan. Lorong gelap total.

“Prakosooo!“ suara raungan Sofia masih menggema walau tertelan pekatnya kegelapan.

“Mama, bangun ma!“ Hendra membangunkan istrinya dengan menepuk-nepuk pipinya.

“Prakoso!“ Akhirnya Sofia terbangun dari igauannya. Matanya mendelik lebar. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kamar tidur untuk menyakinkan bahwa ia tidak sedang bermimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun