Mohon tunggu...
Arman Arisman
Arman Arisman Mohon Tunggu... Arsitek - Just another architect..

Seorang arsitek yang menyukai arsitektur, komputer, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Istilah Dimensi BIM pada Lampiran PP Nomor 16 Tahun 2021

15 Januari 2022   08:00 Diperbarui: 15 Januari 2022   09:54 10487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi. Sumber: https:// pixabay.com/vectors/building-construction-tap-build-4794329/

Status BIM di Indonesia

Dunia jasa konstruksi Indonesia saat ini sedang ramai memperbincangkan tentang penggunaan teknologi Building Information Modelling (BIM). Hal ini diawali oleh lahirnya sebuah peraturan dalam lampiran Permen PUPR nomor 22 tahun 2018 yang berbunyi, "Penggunaan Building Information Modelling (BIM) wajib diterapkan pada Bangunan Gedung Negara tidak sederhana dengan kriteria luas diatas 2000 m2 (dua ribu meter persegi) dan di atas 2 (dua) lantai.". Semenjak peraturan tersebut dikeluarkan maka banyak perusahaan jasa konstruksi yang berlomba-lomba mengembangkan diri untuk dapat mengimplementasikan BIM.

Pengertian BIM di Indonesia sendiri dapat mengacu pada dokumen Panduan Adopsi BIM dalam Organisasi yang diterbitkan oleh Pusat Litbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi padah tahun 2018. Dalam dokumen tersebut tertulis bahwa BIM adalah representasi digital dari karakter fisik dan karakter fungsional suatu bangunan (atau obyek BIM). Dalam dokumen tersebut juga dijelaskan bahwa definisi tersebut mengambil dari definisi yang dibuat oleh BuildingSmart, yaitu sebuah lembaga internasional non-pemerintah yang menjadi rujukan pengembangan BIM.

Adanya peraturan yang mendukung implementasi BIM ini sebenarnya merupakan hal yang sangat baik, mengingat banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dengan mengimplementasikan BIM dalam proses perencanaan, perancangan, konstruksi, hingga operasional sebuah bangunan. 

Namun, BIM ini masih tergolong baru di Indonesia. Hal ini menyebabkan implementasinya masih belum berjalan dengan baik. Salah satu penyebabnya adalah masih kurangnya dokumen resmi yang dapat dijadikan acuan dalam mengimplementasikan BIM di Indonesia. Sejauh ini hanya ada dua dokumen peraturan yang dapat kita jadikan sebagai dasar implementasi BIM, yaitu lampiran Permen PUPR nomor 22 tahun 2018 dan lampiran Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2021. Dokumen pertama sudah disebutkan di awal tulisan ini, sementara dokumen kedua yang akan menjadi pembahasan utama.

BIM dan Kriteria Pekerjaan

Dokumen PP nomor 16 tahun 2021 adalah peraturan pemerintah tentang peraturan pelaksanaan UU nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung. Hal yang akan disoroti dari dokumen ini adalah pada bagian lampiran yang menyinggung tentang penggunaan BIM, tepatnya di bagian Tata Cara dan Metode Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Gedung. Pada bagian ini disebutkan wajib tidaknya penggunaan BIM sesuai dengan kriteria pekerjaan tertentu, khususnya pada tahap pelaksanaan konstruksi bangunan. Mengapa disimpulkan hanya pada tahap pelaksanaan konstruksi bangunan? Karena adanya kalimat yang mengatakan "Metode pelaksanaan konstruksi bangunan dapat dilakukan dengan:". Selain itu pembahasan pada poin-poin di atasnya pun berbicara secara khusus tentang tahap pelaksanaan. Seharusnya aturan ini tidak berlaku di tahap perencangaan dan perancangan, namun itu nanti menjadi topik yang berbeda.

Kriteria pekerjaan yang pertama yang disebutkan dalam dokumen tersebut adalah padat karya dengan ketentuan bangunan bertingkat rendah, teknologi sederhana, risiko rendah, bahan standar, dan dapat dilakukan dengan peralatan manual. Dalam dokumen ini dikatakan bahwa kriteria pekerjaan yang pertama ini tidak wajib menggunakan BIM. Penggunaan BIM diwajibkan pada dua pekerjaan selanjutnya, yaitu padat teknologi dan padat modal.Kriteria pada pekerjaan padat teknologi adalah bangunan bertingkat menengah dan tinggi, teknologi tidak sederhana, risiko tinggi, bahan non-standar, serta memerlukan peralatan mekanik dan elektrik. Sementara kriteria pada pekerjaan padat modal adalah bangunan pencakar langit super tinggi, teknologi tinggi, risiko tinggi, bahan khusus, serta memerlukan peralatan khusus dan canggih. Dua pekerjaan ini diwajibkan menggunakan BIM dengan ketentuan yang berbeda. Ketentuan yang disebutkan hanyalah terkait dengan dimensi, yaitu dimensi lima pada pekerjaan padat teknologi dan dimensi delapan pada pekerjaan padat modal.

Istilah Dimensi dalam Peraturan

Sejauh ini kriteria implementasi BIM yang diatur oleh dua dokumen peraturan terkait dengan BIM hanyalah dimensi BIM. Banyak sekali dokumen-dokumen (formal dan informal) yang bertebaran di internet terkait dengan BIM di Indonesia, tetapi tidak akan dijadikan referensi untuk pembahasan di artikel ini. Hal tersebut dikarenakan dokumen-dokumen tersebut bukan dokumen resmi yang dapat dijadikan pegangan yang kuat, ataupun ada beberapa dokumen resmi namun kapasitasnya hanya sebagai modul training terbatas yang penyebarannya pun kurang dapat dipertanggungjawabkan.

Berbicara tentang dimensi BIM, hal ini tidak dapat ditemukan pada dokumen nasional manapun untuk dijadikan referensi. Hal ini menjadi penting karena akan menjadi pertanyaan batasan dimensi yang dimaksud itu seperti apa. Hal ini akan menyebabkan interpretasi liar ketika dokumen lampiran PP nomor 16 tahun 2021 ini menjadi dasar implementasi BIM di proyek. Interpretasi liar tanpa pegangan resmi yang jelas dapat menimbulkan konflik antara penyedia jasa dan pengguna jasa.

Menjadi sebuah pertanyaan besar mengapa dimensi BIM ini diadopsi dan digunakan dalam sebuah peraturan pemerintah. Dimensi BIM ini merupakan hal yang masih belum terdefinisi dengan konsisten di dalam BIM. Dokumen ISO 19650 yang menjadi ISO utama dalam implementasi BIM tidak menyebutkan soal dimensi BIM. Bila kita menelurusi situs BuildingSmart pun kita tidak akan menemukan tentang dimensi BIM.Salah satu yang cukup valid sebagai sumber informasi terkait dengan dimensi BIM ini adalah tulisan Dr Stephen Hamil pada tanggal 9 September 2021 di situs NBS (National Building Specification) dengan judul "BIM dimensions – 3D, 4D, 5D, 6D BIM explained". Dalam tulisan tersebut dijelaskan cukup detail mengenai apa itu dimensi BIM dan pembagiannya. Namun, yang menarik adalah di akhir tulisan tersebut dikatakan bahwa istilah dimensi ini hanyalah sebagai alat bantu dalam konteks diskusi awal dengan klien untuk memahami persyaratan informasi proyek. Bahkan Dr Stephen Hamil menyarankan menggunakan panduan yang lebih jelas (seperti RIBA Plan of Work dan ISO 19650) untuk betul-betul memahami jenis informasi yang diperlukan.

Saya merasa bahwa mencantumkan istilah dimensi BIM dalam peraturan dapat menyebabkan kebingungan dalam implementasinya di lapangan. Hal ini dikarenakan istilah dimensi ini masih belum terdefinisi dengan jelas dan konsisten. Kita dapat menemukan beragam informasi yang berbeda-beda terkait dengan dimensi BIM ini. Lebih baik menggunakan kriteria keluaran daftar produk yang lebih jelas dibandingkan menggunakan istilah yang belum terdefinisi dengan pasti. Namun, tentunya ada alasan tersendiri mengapa istilah dimensi BIM tersebut digunakan dalam lampiran PP nomor 16 tahun 2021. Semoga istilah dimensi BIM ini tidak menjadi masalah di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun