Kuikat peristiwa ini melalui larik-larik puisi yang amat sederhana. Untuk kueja kembali di usia senja. Juga untuk anakku Fatimah Azzahra kelak setelah beranjak ke alam sadar.
Tanggal 17 bulan April tahun 2019 di negeriku, seleksi pelayan rakyat digelar begitu meriah. Semuanya dipilih secara serentak, Pilpres dan Pileg (DPR RI, DPD RI, DPRD Kota/Kab).
Alhamdulillah Tuhan menurunkan kasihnya, dari tanah Aceh hingga tanah Papua perhelatan politik lancar dan damai, tak ada raga yang bertikai sesama saudara, kecuali batin yang bertikai.
Dunia menyambut dengan dua jempul, dunia menyambut dengan gemuruh tepuk tangan, bangga melihat negeriku. Akupun ikut bahagia tak terperikan.
Tapi seketika, bahagiaku berubah jadi pilu. Setelah jemariku membuka tirai dan pintu om google, menyeruak kabar: ratusan nyawa telah melayang, gugur demi masa depan bangsa.
Aku hanya termangu, lalu menyulam aksara di bilik asa: "Jika kaidah langit para penguasa telah menelan korban; rakyatnya, bukankah bijak untuk ditinjau kembali; Pemilu serentak".
(Catatan langit, 24/04/2019)
Ada yang mencatat, yang meninggal 144 orang