Sampai di sana, tepatnya di atas atap rumah kayu yang sepertinya sudah lama dijadikan tempat persembunyian ketua maling. Aku langsung menggunakan mode tembus pandang. Tampak ada sepuluh orang, satu di antaranya sedang terbaring di lantai, terikat. Muka Joni yang sombong tampak lebih runyam ketika babak belur. Aku tertawa sejenak.
Aku memilih senapan otomatis yang bisa menembakkan seribu peluru dalam satu menit. Tak perlu lama berpikir, langsung saja kutembakkan dari luar. Ribut sebentar, lalu sunyi. Hanya satu suara yang terdengar dari rumah kayu reyot itu.
"Kenapa lama sekali, Kurap? Bangsat kau!"
----
Dicky Armando, S.E. - Pontianak