Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Seseorang yang bermimpi berbuat sesuatu yang luar biasa untuk masyarakat dan negara-nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dasi Roni

18 Desember 2019   16:08 Diperbarui: 18 Desember 2019   16:18 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Pixabay.com

Tahun dua ribu tiga belas pertama kali Roni menginjakkan kaki di Kota Pontianak. Waktu itu ibunya dengan berat hati melepas kepergian anak satu-satunya itu ke luar desa untuk waktu yang belum bisa ditentukan kapan kembali. Tapi tekad untuk mengubah nasib di perantauan begitu kuat. Alasannya adalah Roni banyak mendengar kisah manis dari kawan-kawan seumuran yang bekerja di Pontianak.

"Jangan lupa beribadah, ya, Nak," pesan sang ibu kepada Roni. Dibelai-belai rambut anaknya yang keriting itu sesaat sebelum keberangkatan.

Berbekal ijazah SMA, Roni memulai hidup baru di Pontianak. Di dalam bus antar daerah, ia menikmati alunan lagu melayu yang disetel oleh supir, sambil membayangkan kehidupan yang akan semakin baik dan glamor. Foto-foto dari rekan-rekan seperjuangan di desa dulu sungguh memotivasi.

Sampai di Pontianak, malam sudah larut. Roni kemudian singgah ke rumah makan tepi jalan. Alangkah terkejutnya Roni, menu dengan sedikit nasi dan satu potong ayam ukuran kecil seakan tidak sesuai dengan jumlah "perbekalan", meski begitu ia tetap membayar dan langsung kempes sedikit dompetnya. Perut tak kenyang, uang melayang.

Lalu ia berjalan kaki menuju ke alamat di mana ia telah membayar via bank untuk biaya sewa indekos selama satu bulan. Rekan-rekan Roni dari kampung sama sekali tidak menawarkan bantuan penginapan sementara, katanya sudah penuh. Menjemput Roni saja mereka tak mau dengan alasan sibuk bekerja.

"Kalau aku sudah sukses akan kubalas perbuatan mereka kepadaku," gerutu Roni dalam hati.

Pontianak menyajikan banyak kejutan bagi pemuda dua puluh satu tahun itu. Ia mendapatkan sebuah kamar buluk yang sepertinya sudah lama ditempati jin berbagai jenis. Tapi tiada pilihan, tempat itu adalah yang termurah.

Malam itu Roni tertidur dengan tanda tanya besar dalam pikirannya.

***

Berulang kali Roni menghubungi teman-temannya via telepon genggam jadul yang dibelinya dari hasil penjualan kelapa di kampung, tapi tidak ada satu pun yang menanggapi.

Dengan rasa kesal yang sangat, ia berangkat dari indekos menuju rental pengetikan untuk membuat beberapa surat lamaran kerja. Tidak disangka, untuk membuat sepuluh lamaran kerja saja, Roni harus mengeluarkan modal yang tidak sedikit untuk ukuran anak miskin dari desa. Dompet menipis lagi, pekerjaan belum tentu dapat. Tapi itulah arti perjuangan, begitu pikir Roni menyemangati dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun