Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Seseorang yang bermimpi berbuat sesuatu yang luar biasa untuk masyarakat dan negara-nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Brosur

29 April 2019   22:38 Diperbarui: 29 April 2019   22:57 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Persaingan kerja yang semakin ketat membuat Masdi pasrah saja menerima pekerjaan sebagai tenaga pemasaran di sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang peminjaman uang.

Meski gaji tak sebanding dengan pengeluaran, tetap ia lakoni saja pekerjaan itu, karena di kota tempat tinggalnya, status pengangguran sama artinya dengan sampah masyarakat.

Jika melihat ada orang yang menganggur, orang yang sudah bekerja senang bertanya seperti ini: "Kau tak kerja? Masukkanlah lamaran!" Itu pernah terjadi pada Masdi. Ia kemudian balik bertanya, "Memangnya ada lowongan kerja?" Seratus persen orang yang bertanya sebelumnya tak punya jawaban, dia hanya menginginkan kepuasan melihat sesamanya susah.

Bukan tak pernah berusaha, kebanyakan pemuda di Kota Rusuh sebenarnya bukan pemalas. Sejak lulus sekolah mereka ada yang membuka bisnis sendiri (bagi yang punya cukup modal uang), sebagiannya lagi bekerja sebagai karyawan atau buruh harian.

Tapi di kota tersebut, tanpa "koneksi orang dalam" sangat sulit mendapatkan pekerjaan, sehingga anak-anak yang lahir dari kalangan menengah atas saja--- khususnya lahir dari orang tua dengan banyak kenalan dari kalangan elite---yang mendapatkan akses langsung ke koneksi tersebut. Sisanya hanya bergantung kepada kekuatan hati dan tulang mereka sendiri.

Tetap dijalani meski berat. Bertambah kurus tubuh Masdi memikirkan hidupnya, apalagi sudah beberapa bulan ini ia memakan gaji dari hasil riba. Tak ada pilihan, ia sebatang kara dan lapar perutnya.

***

Kota Rusuh luar biasa panas, di bawah langitnya Masdi berjalan kaki menyusuri jalanan sambil membagikan brosur.

Kali ini ia memasuki sebuah kompleks perumahan yang pagarnya tinggi-tinggi. Terlihat betul bahwa warga yang tinggal sangat percaya diri kalau meninggal dunia pasti orang lain tahu (kalau dari bau mayat pasti tahu memang), atau mereka sanggup menguburkan dirinya sendiri.

Kemudian langkahnya terhenti di sebuah rumah berwarna abu-abu ... kelabu seperti pikiran dan hati pria berumur dua puluh delapan tahun itu.

Dimasukkannya tangan melalui celah-celah pagar rumah tersebut dengan niat meletakkan brosur yang berisikan tabel-tabel skema pinjaman uang. Mungkin ia tak menyangka kalau hari hanas itu benar adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun