Mohon tunggu...
Herdian Armandhani
Herdian Armandhani Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemuda yang Ingin Membangun Indonesia Melalui Jejaring Komunitas

Kalau Tidak Mampu untuk Menjadi Pohon Beringin yang Kuat untuk Berteduh, Jadilah Saja Semak Belukar yang Sisinya Terdapat Jalan Setapak Menuju Telaga Air

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Campursari is The Music of My Country

16 Maret 2013   04:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:42 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Banyak masyarakat Indonesia ketika ditanya mengenai jenis musik apa yang benar-benar asli dari Indonesia, maka kebanyakan akan menjawab bahwa music dangdut adalah musik asli Indonesia. Sebenarnya selain musik dangdut ada lagi jenis aliran musik asli Indonesia yakni aliran musik Campur Sari. Campursari adalah musik tradisional masyarakat jawa. Musik ini diperkirakan lahir pada dekade "60-an di daerah Jawa Tengah. Musik campursasri dimainkan dengan alat musik gamelan yang terdiri dari: Slenthem, Peking, Kendang, Gong, Bonang/tidak semua bagian, di tambah suling. Untuk melengkapi khasanah musiknya, gamelan tersebut dipadukan dengan alat musik modern seperti gitar dan keyboard.

Pada awal kemunculan musik campursari sempat menimbulkan pertentangan dengan pegiat kesenian yang lain. Hal ini dianggap menurunkan citra keagungan kesenian tradisonal jawa yang terkenal dengan kebudayaan keratonnya yang adiluhung. Musik campursari mulai terkenal seiring meroketnya nama Waldjinah dan Manthous ( Sumanto-red ) pada awal berkembangnya dulu. Manthous yang mengusung bendera CSGK ( Campur Sari Gunung Kidul ) merupakan musisi campursari yang terkenal. Pria yang lahir pada tahun 1950 ini menelurkan sejumlah lagu, namun yang  fenomenal adalah kutut manggung. Setelah Manthous mulai menurun pamornya, muncul beberapa musisi campursari yang terkenal kemudian. Nama-nama Didi Kempot, Sonny Joss, Cak Diqin sampai penyanyi campursari baru seperti Soimah bergantian menghiasi blantika musik campursari.

Didi kempot pria kelahiran 31 desember 1966 ini membuat citra musik campursari semakin meroket. Pria asal kota Solo tersebut sampai saat ini merupakan penyanyi campursari paling produktif. Sampai hari ini Didi Kempot telah menghasilkan sekitar 72 albumLagunya yang cukup terkenal antara lain: Sewu Kutha, Stasiun Balapan, Tirtonadi, Tanjung Mas Ninggal Janji, Taman jurug, Pak rebo, Cucak Rawa dan masih banyak lagi. Sampai hari ini Didi telah melanglang ke beberapa negara seperti Hawai, Suriname, Belanda dan masih banyak lagi untuk memperkenalkan musik Campursari ke penjuru dunia. Selain itu Didi Kempot yang merupakan adik dari Mamiek Srimulat juga berkolaborasi dan menggubah musik lain untuk dijadikan lagu campursari. Dia pernah kolaborasi sama Dedy Dores dan menggubah lagu dari Peterpan.Satu nama penyanyi baru di blantika campursari yang cukup menarik perhatian adala Soimah. Wanita kelahiran Pati, 29 september 1980 ini berani melakukan terobosan di ranah musik campurasari. Soimah memadukan musik campur sari dengan Hip hop, tepatnya dengan kelompok hip hop Jogja. Hip hop Jogja sendiri merupakan penyanyi hip-hop dengan spesialisasi menyanyikan lagu Jawa.

Karena merakyatnya musik campursari di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur itu, maka tak jarang musik ini juga digunakan oleh para politikus untuk menjaring masa pada saat pemilu dan pemilukada. Bahkan di Jateng beberapa pasangan kandidat Gubernur-Wakil Gubernur berlomba menggubah syair lagu campursari untuk theme song kampanyenya. Perkembangan musik campursari sebagai musik rakyat kecil tak lepas dari pengangkatan tema yang simple dan dekat dengan masyarakat kecil. Karena itu tak jarang Campursari diidentikkan dengan musiknya kaum marjinal/rakyat jelata. Tema yang diangkat untuk lagu campursari mulai dari cinta dan kesedihan, tentang wong cilik, tentang menikmati hidup. Tak heran kenapa musik ini begitu merakyat dan hampir selalu hadir di acara-acara hajatan rakyat biasa.

Dalam prakteknya musik campursari cenderung menggunakan bahasa sehari-hari untuk bahasa lagunya. Tidak seperti langgam jawa yang menggunakan bahasa kesusatraan jawa, Campursari menggunakan bahasa umum di masyarakat atau istilahnya bahasa pasaran. Sehingga bagi kita yang mendengarkan lagu campursari tidak harus berpikir terlalu dalam untuk mengetahui makna dari lagu tersebut. Namun, sayang generasi muda kita saat ini sedikit sekali yang menyukai jenis music ini apalagi yang mempunyai garis keturunan Jawa. Dikhawatirkan musik campur sari dua puluh tahun lagi akan mudah seiring perjalanan waktu. Anak muda jaman sekarang lebih suka music bergenre rock dan underground. Sudah sepatutnya kita sebagai generasi muda melestarikan musik Campursari. Kalau tidak kita, siapa lagi?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun