Mohon tunggu...
Arma Setyo Nugrahani
Arma Setyo Nugrahani Mohon Tunggu... Administrasi - berjuang menjadi seorang istri dan ibu yang membahagiakan dirumah dan teman belajar yang menyenangkan di sekolah

Ciptakan Bahagiamu Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Akad Nikah

10 Oktober 2019   19:05 Diperbarui: 10 Oktober 2019   19:08 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setiap menghadiri pernikahan ada satu moment yang begitu menggetarkan hati bagiku. Melewati detik-demi-detik peralihan itu membuatku tak kuasa menahan haru. Akad Nikah.

Seutas memori kembali menggema di fikiranku. Tentang segala hal yang terbersit di hatiku ketika itu. Ketenangan ketika itu semoga adalah tanda Allah ridho akan semua langkah dan ikhtiar kami. Menikah di usia muda bukanlah hal yang biasa di sekelilingku. Namun keyakinanku untuk melangkah ketika itu membuatku tak meragu orang anggapan yang tak ku gubris adanya.

Yang saat itu ku inginkan, niat baik dapat terlaksana dengan segala resiko yang akan kami tanggung. Usia muda ini membuat masa depan adalah langkah yang harus di hadap i. Masa di mana ketika itu belum tuntas aku menuntut gelar sarjana dan beliau yang menimba ilmu Magister. Namun langkah kami tak surut, tegar kami jalani. Waktu begitu bergulir, topangan kanan dan kiri kami sambut. Rela berpayah dengan segala uoaya yang kami usahakan.

Tiada lelah beliau mengajakku untuk bersyukur. Guyonan-nya menghilangkan segala kekhawatiran. Allah tak mungkin tak memberi jalan jika kita berikhtiar ujarnya sebari bersemangat setelah menempuh kilometer dengan motor yang lama rusak shockbeker-nya. Ku usap peluh di keningnya, sekedar menimba sepercik hebatnya kemudian ku usap di perutnya. Berharap janin ini tahu begitu hebat ayahnya berjuang ketika dia di dalam kandunganku.

Hari berganti waktu berlalu. Kini film dari Yang Kuasa yang tengah kami perankan mungkin backsoundnya telah berganti. Tak lagi sendu, kadang bernuansa pelangi namun bukan berarti tak ada gemuruh yang hadir. Namun di waktu gemuruh itu datang, tepat waktu kami untuk beristirahat mengingat lagi memori tak lekang oleh waktu. Saat dimana kami bercengkrama bersyukuri yang sepotong, hingga jika kini di sajikan sepiring penuh kami tak lupa untuk tak menggubris kesombongan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun