Mohon tunggu...
Arlini
Arlini Mohon Tunggu... Penulis - Menulis berarti menjaga ingatan. Menulis berarti menabung nilai kebaikan. Menulis untuk menyebar kebaikan

ibu rumah tangga bahagia, penulis lepas, blogger, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Bisnis Ilegal Penjualan Sel Telur

21 Oktober 2020   10:06 Diperbarui: 21 Oktober 2020   10:17 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://m.merdeka.com/

Film India berjudul Gentleman (2020) mengingatkan saya kalau manusia adalah makhluk cerdas di antara makhluk Allah lainnya. Dengan akalnya manusia mampu mengembangkan sarana dan prasarana kehidupannya. Guna mempermudah ataupun mengatasi permasalahan kehidupan. Tapi satu pesan pentingnya, tanpa tuntunan agama, perkembangan ilmu dan teknologi bukan apa-apa. Tanpa pondasi agama, manusia hanya menjadikan kecanggihan sarana dan prasana kehidupan sekedar menikmati hidup di dunia. Tanpa didasari agama, kecerdasan manusia justru merusak sesama.

Diceritakan dalam Film Gentleman, salah satu bandit dalam film itu adalah seorang dokter yang menekuni bisnis jual sel telur secara ilegal. Yup, bisnisnya cuma tentang menjual sel telur. Sebab sel telur yang didapatkan bukan dibeli, melainkan gratis. Para gadis diculik, disekap lalu diambil paksa sel telur mereka dengan cara yang menyakitkan. Para gadis itu terus menerus diambil sel telurnya, hingga batas dimana tubuh mereka tak sanggup lagi memproduksi sel telur karena rusak. Sel-sel telur itu kemudian ditawarkan kepada pasangan suami isteri yang kesulitan memiliki anak, karena permasalahan pada sel telur isteri. Untuk kemudian dilakukan proses bayi tabung.

Pasangan suami isteri yang sulit memiliki anak adalah fenomena khas zaman modern. Jumlahnya kini cukup banyak. Untuk di Indonesia saja, pada tahun 2015 Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi Budi Wikeko pernah menyebutkan, dari 40 juta pasangan yang mengalami masa subur, 10-15 persen diantaranya mengalami infertilitas. (https://www.cnnindonesia.com/23/12/2015)

Faktor penyebabnya beragam, seperti gaya hidup, pola makan, mindset mengutamakan karir, polusi udara dan lain sebagainya. Bisa dibilang infertilitas (sulit hamil) menjadi efek samping dari perkembangan sains dan teknologi. Masalah ini pun coba diatasi oleh dunia kedokteran. Tetap dengan mengandalkan pengembangan sains dan teknologi. Penemuan paling canggih tentang ini adalah program bayi tabung, yakni upaya pembuahan sel telur oleh sel sperma di luar tubuh sang wanita (di tabung).

Tadinya program bayi tabung tak masalah ketika hanya melibatkan pasangan suami isteri. Artinya dalam proses bayi tabung, yang dipertemukan adalah sperma suami dan sel telur isteri. Namun menjadi masalah terutama bagi muslim, ketika di dalamnya mulai melibatkan pihak lain. Mereka disebut donor sperma atau donor sel telur. Islam sangat menjaga nasab atau garis keturuan. Nasab yang sah bersumber dari pernikahan. Artinya, mempertemukan sperma seorang lelaki dengan sel telur perempuan asing dan sebaliknya, sama saja dengan merusak garis keturunan.

Inilah yang penulis sebutkan di awal, tanpa pondasi agama kecanggihan sains dan teknologi bukan membawa kebaikan, melainkan malapetaka. Kehidupan saat ini yang steril dari aturan agama telah membentuk manusia-manusia rakus dunia. Kebahagiaan bagi mereka adalah harta. Apapun peluang usaha yang bisa menghasilkan uang banyak akan dilakukan. Tak peduli baik atau buruk, benar atau salah, asal untung, dilakukan. Alhasil, kebutuhan pasangan infertilisasi untuk memiliki anak pun dieksploitasi.

Memang dalam banyak artikel tentang bisnis ilegal jual beli sel telur dan sel sperma, tak ditemukan fakta seperti pada Film Gentleman. Seperti di China, pasar gelap bisnis sel telur menyasar para mahasiswi. Mahasiswi yang cantik, tinggi dan berkulit bersih adalah target pasar tersebut. Jika mereka mau menjual sel telurnya, mereka akan memperoleh sejumlah uang. Artinya baik pebisnis maupun pendonor sel telur sama sama untung. Meski untung para gadis ini tak seberapa dibanding si pebisnis. Tanpa sadar para gadis ini pun sebenarnya ikut dieksploitasi oleh pebisnis demi meraup untung besar. Tapi tak menutup kemungkinan praktek kejam semisal yang ada di Film Gentleman nyata. Apapun bisa terjadi dalam kehidupan dimana prinsip kebebasan amat diagungkan ini.

Di lain pihak, jika kita menyoroti pasangan suami isteri dengan infertilisasi, kenapa mereka mau memiliki anak dengan jasa donor?

Saya percaya bahwa semua orangtua pada dasarnya ingin memiliki anak asli keturunan mereka. Tapi upaya yang terus gagal, ditambah tekanan lingkungan, lemahnya iman dan adanya kecukupan biaya, mereka pun akhirnya memilih jalan bayi tabung dengan bantuan donor.

Menjadi titik kritis selanjutnya, mengapa sebuah bisnis tetap berkembang pesat meski ilegal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun