Mohon tunggu...
Arlini
Arlini Mohon Tunggu... Penulis - Menulis berarti menjaga ingatan. Menulis berarti menabung nilai kebaikan. Menulis untuk menyebar kebaikan

ibu rumah tangga bahagia, penulis lepas, blogger, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Cara Keluarga Ini Menghadapi Badai Keuangan

3 Oktober 2020   19:22 Diperbarui: 3 Oktober 2020   19:33 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: youtube channel Pramest Pictures 

Saya dapat cerita dari kajian Islam di Youtube, tentang seseorang yang dipanggil dengan Kang Sarif. Awalnya hidup Kang Sarif dan keluarga berjalan normal. Ia bekerja sebagai karyawan swasta sekaligus pengusaha. Isterinya pun ikut bekerja. Ekonomi keluarga terbilang stabil. Hingga suatu hari ada nasihat yang sampai kepada Kang Sarif. Haram terlibat riba. Timbul rasa takut dalam diri Kang Sarif kepada Allah swt. Lalu diputuskannya resign kerja. Berhenti pula melakoni bisnisnya.

Keputusan berani itu membuat keuangan keluarganya terguncang. Sebab ditambah lagi, bersamaan dengan itu sang isteri mengalami sakit sehingga harus resign pula dari pekerjaan. Keluarga Kang Sarif memulai kehidupan baru dengan keuangan minus, alias memiliki utang 3 milyar. Utang itu berkenaan dengan bisnisnya yang lalu. Sejumlah langkah praktis ia lakukan untuk bangkit. Mulai langkah filosofis hingga teknis. Secara filosofi beberapa hal ia lakukan.

Pertama, pembaharuan motivasi hidup keluarga. Sejak bertambah ilmu ia memahami bahwa tujuan penciptaan manusia oleh Allah swt adalah beribadah (QS. Adz Dzariyat: 59). Maka keluarga diajak untuk taat kepada Allah swt. Kebahagiaan tak sekedar diukur dengan pencapaian harta. Tetapi lebih dari itu, ridha Allah swt menjadi kunci kebahagiaan hakiki.

Kedua, memilih jalan hijrah, dalam arti berpindah dari kebiasaan buruk kepada kebiasaan baik. Keluarga diajak untuk hijrah anggota badan serta lisan. Kang Sarif percaya bahwa membiasakan diri berkata yang baik-baik, akan mendapatkan kebaikan pula dari Allah swt. 

Ucapan baik akan menjadi doa. Sebagai contoh, dalam menjalani usaha barunya dia hanya mau mengenal dua musim, yaitu ramai dan ramai sekali. Tidak boleh ada kata sepi pembeli. Dalam berhijrah anggota badan, Kang Sarif berupaya menjauhkan diri dan keluarganya dari maksiat. Dia juga kerap menjaga sinergi antara perbuatan dan perkataannya agar sejalan dengan aturan Islam.

Ketiga, menambah ilmu baik pemahaman Islam maupun tentang bisnis bersama komunitas anti riba. Bersama komunitas tersebut Kang Sarif ikut berkontribusi dalam aktivitas amar ma'ruf nahi munkar. Mengajak yang lainnya agar mentaati Allah swt.

Menurut Kang Sarif, langkah perbaikan dalam filosofi menjadi pondasi penting dalam menjalani pilihan hidup yang baru, dimana jarang ada yang memilih jalan tersebut. Ibaratnya kita sedang melawan arus. Maka butuh nyali untuk memulai. Intinya perkuat keimanan dan ketaatan. Agar mampu melewati ujian dan dapat pertolongan Allah swt. Selain memperkuat pondasi, sejumlah teknik memperbaiki keuangan keluarga pun ia lakukan.

Pertama, mencatat sirkluasi keuangan secara detail, dari pengeluaran yang besar hingga sekecil kecilnya. Bumbu masak dan jajan anak pun dicatat. Hal ini berguna untuk mengevaluasi setiap pengeluaran. Pengeluaran yang tidak penting bisa dieliminasi. Sehingga pengeluaran yang dilakukan benar-benar efisien. Cara ini bisa menjadi kontrol bagi langkah ke depan. Kalau dalam perusahaan cara seperti itu disebut Finansial Proyektion.

Kedua, hidup sesederhana mungkin. Proses menuju bangkit mau tak mau memang mesti dihadapi dengan penghematan. Kepada anaknya yang masih kecil pun Kang Sarif mengajarkan hidup hemat. Ia tak melulu menuruti anak yang pada umumnya suka jajan. Untuk mengatasi keinginan anak jajan, Kang Sarif mengajak anaknya berkomunikasi. Ia ajarkan bahwa boros itu saudara setan. Ia ceraitakan pula kesederhanaan hidup Rasulullah saw dan sahabat.

Sejenak anak mengerti dan menerima kondisi. Namun ketika keinginan jajan itu kembali, ia mengalihkan perhatian anak dengan mengajaknya bermain. Kalau anak bermain dengan teman-temannya, maka anak akan terpengaruh temannya yang jajan. Maka ayah menjadi teman anaknya untuk bermain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun