Mohon tunggu...
Arlini
Arlini Mohon Tunggu... Penulis - Menulis berarti menjaga ingatan. Menulis berarti menabung nilai kebaikan. Menulis untuk menyebar kebaikan

ibu rumah tangga bahagia, penulis lepas, blogger, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keluarga Pendukung Kebaikan

26 Juni 2019   21:00 Diperbarui: 26 Juni 2019   21:12 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku lahir dari keluarga biasa saja dalam beragama. Kalau boleh disebut, bagian dari umat Islam yang awam. Makanya ketika aku memilih jalan hijrah, mulai menutup aurat dan mengkaji Islam rutin, hal itu cukup menonjol dalam keluarga.

Namun ujianku dalam berhijrah bukan dari keluarga. Ibu dan anggota keluarga lainnya memandang dingin hijrahku. Tak ada respon berarti. Biasa saja. Dianggap 'lagi kumat' semangat Islamnya. Ntar juga 'normal' lagi, pikir mereka.

Seiring berjalannya waktu aku terus menginteraksikan aktivitas pengajianku dengan keluarga. Aku pun turut mengajak terutama ibu untuk menghadiri pengajian. Sesekali beliau bersedia hadir.

Alamiahnya sesuatu yang tidak biasanya dalam pandangan masyarakat akan menjadi perhatian. Begitupun tampilanku bagi tetangga, menjadi pertanyaan. Ngaji apa, sama siapa? Kok mesti pakai gamis terus sih?

Bukan aku yang menjawabnya. Saat  itu masa kuliah dimana aku pergi pagi pulang petang. Meski ibu kadang jengkel melihatku sok sibuk jarang di rumah, tapi ibulah yang membelaku dihadapan tetangga. Pertanyaan -- pertanyaan tetangga tentangku dijawab secara positif oleh ibuku.

Dari situ aku jadi tahu. Meski terasa cuek ternyata ibu bangga padaku. Ibu mendukungku untuk konsisten menutup aurat dan mengaji. Dimata beliau hal itu adalah kebaikan. Hanya saja tidak secara gamblang disampaikan kepadaku, melainkan terlihat dari pembelaan ibu padaku dihadapan tetangga.

Satu peristiwa paling berkesan adalah waktu itu. Sekitar awal tahun 2012, jamaah pengajianku mengadakan agenda khusus bagi para aktivis kampus se -- Indonesia, yang diadakan di Universitas Indonesia Depok, Jakarta. Acaranya bertajuk KIMB (Kongres Intelektual Muslimah Untuk Bangsa). 

Bagi para aktivis kampus yang hendak ikut menjadi peserta dipersilahkan berangkat dengan biaya transport dan akomodasi pribadi. Kurang lebih yang kubutuhkan saat itu sekitar sejuta lima ratus ribu rupiah hingga dua juta rupiah.

Hemm, dalam pikiranku saat itu tak mungkin aku bisa ikut. Aku tak punya uang sebesar itu. Tak mungkin meminta sama ortu, karena dana segitu cukup besar hanya untuk membiayai keberangkatanku ke Jakarta guna menghadiri acara itu.

Tapi seperti biasa, aku cerita ke mereka. Aku cerita antusias apa adanya tanpa ada harapan bakal ikut acara di Jakarta. Namun aku dibuat terdiam menganga ketika dengan santainya ibuku berkata: "Ya udah nenek sama mamak sama tulang tek tek-an ngongkosi eva. Mamak 500 rb. Nenek 500 rb. Tulang 500 rb."

Amazing. Itu yang kurasakan. Betapa hari itu aku mendapat rezeki yang amat membahagiakan dari Allah swt. Dan aku sangat berterima kasih atas kemurahan hati keluargaku. Ku pahami pula saat itu kalau tingkat dukungan keluarga pada aktivitas pengajianku makin membaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun