Mohon tunggu...
Arlini
Arlini Mohon Tunggu... Penulis - Menulis berarti menjaga ingatan. Menulis berarti menabung nilai kebaikan. Menulis untuk menyebar kebaikan

ibu rumah tangga bahagia, penulis lepas, blogger, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kehilangan

20 November 2016   20:02 Diperbarui: 20 November 2016   20:13 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehilangan adalah satu satu momen yang tidak kita sukai. Sekedar kehilangan benda-benda kesayangan, apalagi kehilangan orang yang disayangi. Kehilangan itu menyedihkan. Kehilangan itu menyakitkan. Kehilangan itu menyisakan ruang hampa di hati. Meski begitu, tiap orang berbeda-beda dalam merespon sebuah kehilangan. Tergantung bagaimana ia memandang kehidupan.

Baru saja dua orang temanku mengalami peristiwa kehilangan. Teman pertama kehilangan anak pertamanya yang baru saja dilahirkan. Belum sempat ia memberikan air susunya buat bayinya. Bahkan belum lagi ia mendengar tangis si bayi, Alla swt telah mengambilnya kembali.

Tidak sampai dua jam pasca dilahirkan, bayi itu meninggal dunia. Inna lillahi wa inna laihi raji’un. Kabar dari bidan yang menangani proses melahirkan temanku itu, respon ibu si bayi melegakan. Ia tidak bereaksi yang menyebabkan kondisinya mengalami bahaya Tentu ia bersedih, tapi tidak menangis meronta-ronta.

Sebab bila itu terjadi, maka besar kemungkinan ia akan mengalami pendarahan hebat. Ia pasti bersedih atas kehilangan itu. Tapi dengan respon yang ia berikan, tampak bahwa ia menerima ketetapan Allah swt. Semoga Allah swt segera mengganti bahkan dengan yang lebih baik, amin.

Seminggu kemudian, teman kedua kembali mengalami kehilangan. Anak ketiganya yang berumur enam bulan meninggal dunia, dipicu karena terlambat terdeteksi kena sakit demam berdarah. Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun.

Baru dua hari sebelumnya aku berkunjung ke rumahnya, mengkaji Islam yang rutin kami laksanakan tiap minggu. Aku masih melihat anaknya dengan wajah merah, sedang demam dalam gendongan uminya yang sedang mengisi kajian aku dan dua orang teman lainnya.

Setiap minggu bertemu si bayi. Meski tidak seratus persen, tapi sebagain rasa sedih keluarga mereka juga kurasakan. Tak percaya rasanya, karena dua hari sebelumnya masih melihat wajahnya.

Cobaan temanku yang satu ini tak hanya itu. Anak keduanya juga sedang di rawat di rumah sakit, karena terkena typus. Aku tidak bertakziyah ke tempat jenazah si bayi di urus, karena tergolong cepat dikebumikan. Aku menjenguk temanku itu di rumah sakit tempat anak keduany dirawat.

Di sana kulihat matanya yang bengkak bekas menangis. Namun ia tetap bersikap wajar, tak murung, tak menunjukkan sedih yang menyakiti dirinya. Ia merawat anak keduanya dan mendampingi anak pertamanya dengan baik. Semoga mendapat kebaikan berlimpah atas kesabaran ia dan keluarga. Semoga bertemu kembali dengan anaknya di syurga. Amin

Pernah perstiwa kehilangan yang sama terjadi pada teman yang lain. Anak ketiga temaku itu meninggal dunia sebelum dilahirkan dalam usia tujuh bulan. Sementara jarak usia anak kedua dengan adik yang belum dilahirkan memang cukup dekat. Temanku itu berkata, bahwa anak keduanya belum mau punya adik, makanya anak ketiganya meninggal.

Ini salah satu respon yang berbeda itu. Saya tak kalah bersedih saat ia kehilangan anaknya. Tapi prasangka itu sungguh tidak sesuai Islam. Segala keputusan ada di tangan Allah swt, bukan di tangan manusa apalagi bayi, yang bisa menghilangkan nyawa karena tidak menginginkan keberadaan yang lain.

Teman lainnya pernah kehilangan suaminya, yang meninggal dunia pasca mengalami kecelakaan motor. “Kenapa la kau tinggalkan aku pak.” “Bapak kelen udah nggak ada”. Itu beberapa ucapannya, diucapkan sembari menangis berteriak-teriak.

Pada akhirnya kita semua akan menghadap Allah swt. Hanya saja berbeda giliran. Kehilangan orang-orang tersayang yang kembali pada Allah swt hanya pertanda giliran kita belum tiba.

Alangkah baiknya jika kita menambah bekal agama, memahami kalau tidak ada yang kekal di dunia. Memahami bagaimana cara merespon kehilangan dengan benar menurut Allah swt. Agar Allah swt berkenan mempertemukan kembali diri kita dengan orang-orang yang disayangi di syurgaNya.

Belajar dari berbagai pengalaman teman-teman, mereka yang sabar, tegar dan qana’ah adalah mereka yang biasa dekat dengan kajian Islam dan terus belajar untuk memperbaiki diri.

Kedekatan pada Allah swt menjaga kesadaran kita, bahwa segala isi dunia adalah milikNya. Tak pantas kita merasa memiliki secara mutlak hingga bersedih berlebihan ketika kehilangannya. Kedekatan pada Allah swt menjaga kejernihan berpikir dan kekuatan dalam menghadapi segala persoalan. Semoga kita bisa menjadi muslim/ muslimah berkualitas demikian, amin…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun