Kepemimpinan layaknya perjalanan sebuah kapal. Â Dia membawa penumpang sedemikian banyak untuk bersama sama berlayar menuju tempat tujuan. Â Nahkoda adalah pengambil keputusan. Â Dia yang akan menentukan mau dibawa kemana arah kapal. Â Berlabuh di pulau kejayaan atau berakhir karam sebelum mencapai daratan. Â
Pencapaian kepimpinan merupakan sebuah tantangan. Indikator keberhasilan sebuah kapal berlayar diukur dalam statistika dan Indeka Keberhasilan. Sama halnya politik bernegara, Â pencapaian keberhasilan diukur dalam sebuah indikator pencapaian. Â Angka - angka menunjukkan sebuah pencapaian. Â Negara membutuhkan itu untuk bisa berlayar menuju pulau Kejayaan. Â
Arah Angin, Â jumlah logistik, Â pertumbuhan logistik dalam kapal menjadi acuan untuk evaluasi sebuah kapal yang sedang berlayar. Â Diperlukan sosok nahkoda terampil yang mempunyai visi ke depan. Â
Bisa membaca arah angin dan dengan tujuan kapal bisa disandarkan di Pulau Kejayaan. Â Variabel variabel itu menentukan arah kapal kedepannya. Â Nahkoda kapal bisa dinilai kinerjanya dari variabel-variabel itu.Â
Pemilihan Nahkoda menjadi penting dalam visi dan misi menyandarkan Kapal di Pulau Kejayaan. Â Nahkoda harus dievaluasi dalam bekerja. Â Supaya kapal ini tetap pada haluan. Â Indikatornya adalah variabel pencapaian kapal. Â Bukan soal bagaimana Sang Nahkoda menjalani kehidupan. Â Lebih kepada kinerja dan variabel pencapaian kapal. Â Maka kita lebih mengenal pada Politik Negara dan Politik Identitas. Â
Politik Negara berisi Indikator yang dicapai kapal, Â beban muatan, Â logistik dan arah kedepan. Â Politik Identitas berisi kehidupan sehari sehari sang Nahkoda. Â Keduanya penting. Â Skala prioritas. Â
Menempatkan keduanya dalam posisi yang salah tentu akan menimbulkan ketidakbijaksanaan dalam menentukan arah kapal ke depannya. Â Politik Negara adalah skala prioritas terbesar. Â Politik Identitas adalah variabel kedua dalam menentukan arah kapal. Â
Kapal membutuhkan indikator pencapaian dan skill nahkoda untuk kejayaan. Â Kapal juga membutuhkan Identitas Nahkoda untuk mencapai kejayaan. Â Keduanya penting. Â
Namun jika aku adalah penumpang kapal yang sedang berlayar, Â aku harus mendahulukan Nahkoda yang visinya adalah variabel pencapaian untuk berlayar, alasan kedua kapal membutuhkan Nahkoda yang punya kepribadian yang bersahabat. Â
Jika sebaliknya, Â atau menempatkan keduanya dalam prioritas yang salah. Â Mendahulukan Politik Identitas di atas Politik Negara, aku sebagai penumpang kapal was-was saat kapal ini tak di nahkodai orang yang mengedepankan pencapaian kapal untuk berlayar.Â
Keuntungan ku hanyalah aku bisa ngopi bersama dengan Nahkoda yang bersahabat,  menjelang kapal karam.  Maka kuputuskan untuk menaruh Politik Negara diatas Politik Identitas. Agar sama sama kita bisa mencapai Pulau bernama Kejayaan. Â