Mohon tunggu...
Arita Muhlisa
Arita Muhlisa Mohon Tunggu... Volunteer -

i am Volunteer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gadis dalam Pasungan

13 November 2016   01:15 Diperbarui: 13 November 2016   01:37 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis dalam Pasungan

Hari ini, tepat sebulan dia berada di Rumah Sakit Jiwa Kota Ambon, Maluku. Selepas ba'da jum'at, kami memutuskan untuk berkunjung ke Rumah Sakit Jiwa, mengunjungi gadis cantik yang belum lama kami kenal, dan perkenalan kami waktu itu pun terbilang unik, Allah lah yang punya kuasa mempertemukan kami.

Hari itu, lebih dari sebulan yang lalu tanpa direncanakan, saya, mama dan Tante Poppy tiba-tiba ingin melakukan perjalanan ke pelosok, blusukan gitu.. heheh
 Kami tiba di sebuah kampung yang agak sepi karena letak rumah yang saling berjauhan satu dengan yang lainnya. Kami berhenti di sebelah pohon besar karena tidak memungkinkan motor untuk lewat. Melanjutkan dengan jalan kaki, dan memilih untuk beristirahat dekat sebuah rumah sederhana. Tidak ada yang istimewa dari rumah tersebut tapi entah kenapa kami penasaran untuk lebih mendekat ke rumah tersebut. Ups, sebenarnya magnet yang menarik kami mendekat adalah sekarung cengkeh yang di jumur di depan rumah tersebut. Siapa tau bisa dapat segenggam cengkeh gratis buat masak nanti, heheh.

Asyik selfi dengan cengkeh milik orang bikin kebelet pengen punya dusun cengkeh juga, eh bukan, maksudnya kebelet pipis. Minta ijin lah saya pada yang empunya rumah agar bisa numpang buang air kecil. Niat cari toilet, ternyata yang saya temukan adalah sesuatu yang bikin saya melongo. Udah, saya lanjutin ke toilet dulu, keburu ngompol ntar.

 Saya kembali ke tempat tadi, sambil memanggil mama dan tante yang masih asyik bastory di luar.
 "Ma, tolong lihat ini!"Nampak gadis cantik dalam pasungan, kakinya di pasung memakai rantai kapal yang gede gede itu. Dia terbaring lemah, tak berkata-kata dan terlihat takut pada kami. Maaf, sebenarnya aroma dalam bilik tersebut bikin mual, pasalnya si nona cantik itu hanya bisa buang air di tempat karena dipasung, bau pesing dan bau-bau lainnya sangat menyengat, untunglah mama selalu membawa Minyak Kayuputih Cap Lang  di dalam tasnya  Syukurlah aromatherapy dari Minyak Kayu putih Cap Lang bikin tenang, dan memang saya masih ingin berlama-lama disitu mencari tau apa yang sebenarnya terjadi.

"Mama, ini siapa? Kenapa dia dipasung pakai rantai kayak gini? Lalu sudah berapa lama ini? Kasian.." sontak saya melemparkan rentetan pertanyaan buat nyonya rumah.

"Oowh... tidak apa-apa itu nona, biarkan saja dia dalam pasungan, kalau dilepas nanti dia kabur, dia jahat, soalnya sudah 3 tahun ini kurang waras" jawab si Nyonya. Entahlah, sepertinya jawaban ibu itu tidak sama dengan yang kami lihat. Dia terlihat pendiam, bahkan seperi orang yang takut. Dengan membawa nama Aktivis dari Kelompok Konstituen Walang Hatukau, Negeri Batumerah, kami memutuskan untuk mendalami kasus gadis dalam pasungan ini. Ini adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap perempuan, dan inilah momen untuk menerapkan apa yang sudah kami pelajari selama ini lewat Yayasan Arika Mahina, LSM yang konsen dalam memberdayakan perempuan dan melindungi anak- anak dari tindak kekerasan.

"Mama, dia anaknya mama bukan?", tanya saya. "Iya Nona, dia adalah anak perempuan mama, namanya Wa Ine". Jawab ibu itu dengan logat Ambon yang sangat kental. "Mama tidak kasihan ya melihat Ine kesakitan dipasung seperti ini?", tanya saya lagi. "Yah, mau gimana lagi nona, mama pernah lepas pasungannya tapi dia menghilang, sekitar seminggu dicari baru ketemu, makanya sejak saat itu pasungannya tidak pernah dilepas lagi". Jawab ibunya Wa Ine. "Berarti segala aktivitasnya dilakukan didalam sini ya?", tanya saya kembali. "Iya" jawab ibu tersebut dengan mantap.

Sejak hari itu saya, mama & tante Poppy memutuskan untuk mendampingi kasus Wa Ine hingga tuntas. Setelah melakukan mediasi dengan seluruh keluarga Wa Ine, Akhirnya mereka sepakat agar Wa Ine dibawa ke Rumah Sakit Jiwa, namun tidak memiliki biaya, Wa Ine memiliki keluarga besar yg hanya menggantungkan hidup pada hasil berkebun. Jadi, tidak mungkin harus memaksakan kehendak membiayai perawatan Wa Ine di Rumah Sakit Jiwa.

Sial, harus menunggu lagi karena hari ini hari Sabtu, tidak ada kantor yang buka. Tibalah Senin, hari yang kami tunggu. Masih Pagi, dan kami sudah bersegera menuju kantor Dinas Sosial Kota Ambon, berupaya melakukan advokasi dengan instansi terkait agar Wa Ine bisa mendapatkan haknya sebagai seorang anak fakir miskin, anak terlantar yang membutuhkan perlindungan dari Negara.
 Proses advokasi selesai dengan cepat dan memperoleh keputusan yang bijak. Wa Ine sudah boleh dibawa ke Rumah Sakit Jiwa, dan seluruh biaya pengobatan dan perawatannya ditanggung tuntas oleh Dinas Sosial. Satu lagi anak tangga telah dilewati.

Tanpa menunggu lama, dengan berpanas panasan berkendara motor kami menuju rumah Wa Ine lagi. Ya Allaah, apa lagi ini. Setibanya kami di rumah itu kami dihalangi oleh Ayahnya Wa Ine. "Hei, kenapa kalian mau sok ikut campur masalah keluarga kami?", tanya Bapak itu. "Maaf Bapa, kami hanya merasa iba kepada Wa Ine dan kami ingin membantu". Jawab Saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun