Mohon tunggu...
Ari Sipahelut
Ari Sipahelut Mohon Tunggu... Human Resources - Musafir

Musafir yang melangkah selangkah demi selangkah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengkampanyekan Ketakutan, Sebuah Cara untuk Menang Pemilu

23 Maret 2018   23:57 Diperbarui: 24 Maret 2018   00:41 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena pidato dari Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto beberapa waktu lalu cukup menimbulkan kontroversi di dalam  masyarakat Indonesia dari Sabang Sampai Merauke. Bagaimana tidak? Tokoh politik dan tokoh bangsa itu mengatakan bahwa Indonesia akan bubar (jika tidak waspada) pada tahun 2030. Tentu, tidak ada satu pun masyarakat Indonesia yang ingin bangsa ini sampai bubar, terkecuali mereka yang ingin memisahkan diri dari NKRI atau membuat bangsa yang berdasar Pancasila ini menjadi negara agama. Sejak 17 Agustus 1945, bangsa ini telah mengalami banyak peristiwa yang mencoba untuk "membubarkan" Indonesia atau mengganti dasar negara. Namun, sampai hari ini kita dapat melihat bagaimana Pancasila dan UUD 1945 tetap menjadi landasan yang sangat kuat untuk menyatukan Indonesia.

\Ketika mendengar,membaca dan memperhatikan apa yang disampaikan bapak Prabowo Subianto di media massa, perasaan saya pun menjadi campur aduk. Ada rasa aneh (kok bisa novel karya Intelijen asing dipakai untuk mengatakan bahwa Indonesia akan bubar tahun 2030), ada rasa takut (takut kalau apa yang dikatakan itu benar-benar terjadi). 

Terus terang, perasaan aneh yang paling dominan dalam hati, sebab saya sendiri masih sangat optimis bahwa Indonesia akan tetap ada bahkan sampai dunia kiamat. Saya berpendapat merasakan hal yang sama bahwa banyak juga masyarakat Indonesia yang lebih merasakan keanehan daripada ketakutan dalam hati mereka.Politik di Indonesia saat ini mengalami sedikit perubahan dalam prosesnya. 

Jika dahulu, orang berpolitik untuk memberikan ketenangan, pengharapan yang cerah akan hari depan dan optimisme sekarang malah banyak politisi yang berpolitik dengan menyebarkan ketakutan (lebih halusnya kewaspadaan) kepada masyarakat. Mungkin saja, para politisi berpendapat bahwa masyarakat sekarang sudah muak dengan janji-janji politik yang manis-manis dalam teori, namun pahit dalam kenyataan (orang Papua menyebut ini dengan kalimat "latihan lain, main lain"). Kenyataan yang terjadi memang seperti itu.  

Orang mengampanyekan ketakutan untuk merebut hati masyarakat. Kita tentu masih ingat dengan hingar-bingar PILKADA DKI Jakarta tahun lalu. Salah satu pemberitaan yang viral adalah masyarakat DKI Jakarta yang memilih gubernur kafir, jenazahnya dan keluarganya tidak akan disholatkan. Hal ini tentu menjadi sebuah bahan kampanye yang terbukti cukup efektif untuk memenangkan salah satu paslon gubernur dan wakil gubernur. 

Para politisi menyuarakan hal-hal yang menimbulkan ketakutan di hati masyarakat. Para politisi itu berpikir bahwa dengan menyebarkan ketakutan kepada masyarakat, maka masyarakat akan memilih alternatif-alternatif yang mampu membuat ketakutan tersebut dapat dihindari dalam kehidupan mereka. Kampanye ketakutan sesdungguhnya adalah cara baru untuk memenangkan Pemilihan Umum yang akan dirayakan di Indonesia. Sekarang kita tinggal memilih. Apakah kita akan memilih pemimpin yang mampu memberikan rasa tenang, pengharapan dan optimisme dalam diri kita (meskipun baru sekedar kampanye), ataukah kita akan lebih memilih pemimpin yang menyebarkan ketakutan tapi kita sendiri pun tak tahu apakah mereka mampu menjauhkan dan menghindarkan kita dari ketakutan. 

Masyarakat Indonesia harus cermat dalam memilih pemimpin masa depan. Ketakutan adalah hal yang sangat biasa manusia alami dalam kehidupan di dunia ini. Sebaliknya, mendapatkan ketenangan, pengharapan dan optimisme adalah yang sangat sulit kita dapat di tengah-tengah dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun