Hari ini 18 April, tepat tujuh puluh tahun lalu, para pimpinan dan anggota delegasi negara Asia Afrika dengan penuh kesederhanaan, bersama-sama berjalan kaki dari Hotel Savoy Homman ke tempat pertemuan Gedung Merdeka di Jalan Asia Afrika, Bandung. Mereka adalah peserta Konferensi Asia Afrika atau disingkat KAA, sebuah pertemuan bersejarah yang diprakarsai Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, India, dan Pakistan yang dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat, pada 18-25 April 1955.
Di samping negara pemrakarsa KAA, konferensi juga dihadiri oleh 24 negara peserta dari kawasan Asia dan Afrika. Salah satu latar belakang dilaksanakannya KAA adalah perdamaian dunia terancam karena adanya Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur, serta masih adanya penjajahan terutama di negara-negara Asia dan Afrika.
Para pimpinan dan anggota delegasi KAA tersebut sangat menyadari bahwa jalan kaki yang mereka lakukan akan menjadi historical walk atau jalan kaki bersejarah yang mengawali perjuangan besar yang tengah mereka gaungkan. Perjuangan untuk terus membebaskan diri penjajahan yang masih terjadi di negara-negara Asia dan Afrika.
Sikap sederhana dan merakyat yang ditunjukkan para pimpinan dan anggota delegasi KAA melalui historical walk tersebut menarik perhatian rakyat. Warga Bandung saat itu memenuhi pinggir jalan Asia Afrika untuk menyambut para delegasi yang berjalan kaki.
Presiden Indonesia Sukarno bersama para pejabat tinggi lainnya pun ikut berjalan kaki bersama Perdana Menteri Tiongkok saat itu, Chou En Lai. Begitu pula dengan pemimpin negara dan rombongan delegasi lainnya, semua berjalan kaki.
KAA pun berlangsung sukses dan menghasilkan "Dasasila Bandung", atau "Semangat Bandung" atau "Deklarasi Bandung" yang memuat prinsip-prinsip untuk menjunjung tinggi hak dasar manusia, integritas dan kedaulatan negara, persamaan hak semua suku dan bangsa, dan asas kebersamaan.
Melalui prinsip-prinsip pada Dasasila, ketegangan dunia berhasil dikurangi, semangat negara-negara terjajah, khususnya di kawasan Asia dan Afrika terus berkobar untuk melepaskan diri dari penjajahan, dan politik Apartheid di Afrika Selatan berhasil dihapuskan.
Bukan hanya itu, berdasarkan Dasasila Bandung terbentuk kelompok netral yang menjadi penengah di antara Blok Barat dan Blok Timur yang selalu bersaing semasa Perang Dingin, negara-negara yang menganut sistem politik luar negeri bebas aktif pun bertambah dan semakin menguatnya semangat kerja sama dan persahabatan antara negara dan bangsa-bangsa Asia Afrika.
KAA yang dihadiri 29 negara dari Asia dan Afrika ini telah menginspirasi perjuangan kemerdekaan di berbagai negara untuk membebaskan diri dari penjajahan. Akibatnya, jumlah anggota PBB meningkat seiring bertambahnya negara merdeka. Apabila pada waktu berlangsungnya KAA, anggota PBB hanya 76 negara, maka pada tahun 1975 atau dua puluh tahun kemudian, jumlah anggota PBB melonjak hampir dua kali lipat menjadi 144 negara.
Tidak dapat diragukan lagi, meningkatnya jumlah anggota PBB itu menjadi satu bukti penting akan kesuksesan KAA mendorong transformasi di tingkat dunia.