Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Santuy Adaptasi PSBB

10 Juni 2020   06:45 Diperbarui: 10 Juni 2020   20:54 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jubir Penanganan Covid-19, dr. Reisa Broto. (Dok. BNPB)

Kata santuy sendiri adalah kata kerja yang sering diucapkan banyak orang, terutama oleh anak milenial. Kata ini sendiri tidak ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) alias tidak termasuk dalam kaidah berbahasa Indonesia.

Anak-anak milenial mengartikan santuy sebagai plesetan dari kata santai. Ada juga yang mengatakan sebagai singkatan dari santai euy dalam bahasa Sunda.

Lebih dari itu, santuy juga bisa diartikan sebagai kondisi mental dimana seseorang mempunyai kekaleman yang tak terpengaruh apapun. Seseorang yang tidak tergoyahkan dan tdak dapat dibuat gusar oleh siapapun. 

Dan istilah ini mempunyai kesan bersifat merdeka, sehingga memunculkan ketenangan yang mampu melewati keriuhan obrolan netizen yang budiman di media sosial.

Dalam sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, sikap santuy yang diperlihatkan masyarakat Indonesia juga bukan barang baru.

Ketika berjuang merebut kemerdekaan misalnya, para pendiri bangsa dan masyarakat Indonesia dengan santuy dan bersikap merdeka sangat yakin dapat mengusir penjajah dan membawa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan.

Padahal kalau melihat kondisi faktual saat itu, Indonesia sama sekali tidak memiliki senjata militer yang canggih, apalagi menguasai teknologi militernya. Yang menonjol justru penggunaan senjata tradisional seperti keris atau bambu runcing untuk melawan musuh.

"Namun jangan lupa, para pendiri bangsa berhasil menyepakati dasar negara yang dapat mempersatukan beragam ras, agama dan suku bangsa di Nusantara yang dinamakan Pancasila. 

Indonesia mempunyai nilai-nilai gotong royong yang merupakan amalan dari Pancasila, yakni nilai ketuhanan. Hal itu menjadi dasar bangsa Indonesia untuk pada akhirnya bisa keluar dari tekanan penjajah," ujar seorang senior saya di kantor

"Benar sekali, kata kuncinya adalah gotong royong sebagai amalan dari nilai ketuhanan yang terdapat di dalam Pancasila. Hal ini pula yang menyebabkan masyarakat Indonesia bisa menghadapi virus korona dengan santuy," tangpap rekan saya

"Perhatikan saja, sejak Senin 8 Juni 2020 kemarin, ketika aktivitas perkantoran di buka terbatas di Jakarta misalnya, jalan-jalan langsung penuh dengan kendaraan, begitu pun sarana transportasi umum seperti bus kota dan KRL sudah mulai dipadati penumpang," ujar rekan saya lebih lanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun