Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Santuy Adaptasi PSBB

10 Juni 2020   06:45 Diperbarui: 10 Juni 2020   20:54 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jubir Penanganan Covid-19, dr. Reisa Broto. (Dok. BNPB)

"Mengomentari pandangan tentang gotong royong dan sikap masyarakat Indonesia yang terlihat lebih tenang dan pasrah, seorang rekan saya yang lain justru tertarik untuk mengaitkannya dengan kata: Santuy."

Kemarin sore saya mendapat kiriman link video di kanal youtube dari rekan saya Adji Prasetyo yang tinggal di Malang. Video tersebut berisi cuplikan bincang-bincang ringan antara dirinya dengan seorang rekannya mengenai wabah korona yang sedang melanda hampir seluruh negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Saya mencoba menuliskan kembali perbincangan mereka dengan sedikit pengembangan dan penambahan disana sini.

"Apa beda orang Indonesia dengan orang Amerika dalam menghadapi wabah Covid-19?," tanya Adji mengawali bincang-bincang

"Apa dong?" timpal rekannya

"Orang Indonesia, ketika wabah virus korona datang, mereka buru-buru menimbun masker dan sembako. Sedangkan orang Amerika, buru-buru membeli senjata api," jawab Adji dengan santuynya

"Lho kok bisa begitu?"

"Iya, mereka yang menimbun masker dan bahan kebutuhan pokok, seperti biasa berharap akan terjadi kelangkaan barang-barang tersebut di pasar dan karena bercita-cita bisa memanfaatkan keadaan tersebut untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya," jawab Adji.

"Tapi para penimbun tersebut kecele dan gigit jari karena tidak jadi meraup keuntungan. Di tengah akan terjadinya kelangkaan, masyarakat Indonesia justru bangkit saling tolong dan bergotong royong serta sukarela membuat masker secara massal. 

"Tukang jahit rela dibayar murah bahkan tidak dibayar untuk membuat masker. Masyarakat pun bergotong royong menyediakan bahan pokok untuk diberikan kepada anggota masyarakat yang membutuhkan," tambah Adji

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun