Tantangan pertama adalah godaan untuk menafsirkan Pancasila secara sempit. Kita jangan terjebak pada tindakan untuk mencari tafsir Pancasila yang sesuai, namun kurang bersungguh-sungguh mempraktikkan tafsir tertentu yang telah dipilih secara konsisten.Â
Banyak sekali kritik yang mengatakan bahwa Pancasila hanya sebatas slogan dan mitos saja, namun praktiknya dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat sangat samar-samar.
Dalam praktik keseharian kerap kita menyaksikan bahwa orang yang tahu tentang Pancasila ternyata tidak serta-merta menjalani apa yang diketahuinya dan Pancasila hanya diperlakukan sebagai ikon.Â
Sebagai contoh kita bisa menyaksikan bahwa para pelaku korupsi di Indonesia bukanlah orang yang tidak berpendidikan dan tidak paham Pancasila. Rata-rata koruptor berpendidikan tinggi dan hafal Pancasila. Namun mereka ternyata sambil melafalkan justru melakukan disasosiasi terhadap nilai-nilai Pancasila.
Tantangan kedua berasal dari sisi hukum ketika terjadi pencabutan Ketetapan MPR No II tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) dan pembubaran Badan Pelaksanaan dan Pembinaan dan Pendidikan P-4 (BP7).Â
Bukan hanya itu, melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 Pemerintah menghilangkan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di lembaga pendidikan formal.
Akibat pencabutan ketentuan hukum tersebut, maka sejak awal Orde Reformasi tidak terdapat lagi pembelajaran mengenai nilai-nilai Pancasila di bangku-bangku pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga tinggi. Kalaupun ada, sifatnya hanya sisipan dan tidak mendalam.Â
Tidak mengherankan apabila banyak generasi muda yang untuk menyebutkan sila-sila Pancasila saja mengalami kesulitan, belum lagi memahaminya.Â
Tantangan ketiga adalah maraknya konflik-konflik sosial berbasis ras dan agama, pelanggaran HAM, dan ancaman radikalisme yang telah banyak memakan korban jiwa.Â
Beberapa survei yang dilakukan lembaga survei memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan masyarakat di berbagai wilayah Indonesia bersikap intoleran terhadap perbedaan.
Tantangan keempat adalah merespon pihak-pihak yang senantiasa mempertanyakan eksistensi Pancasila sebagai dasar negara dan godaan untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.